Aku menginginkan sebenarnya ini
hanya menjadi rahasiaku sendiri.
Namun amatlah bagus kiranya hal
ini kuberikan kepada teman teman
semua. Boleh dibilang aku yang
kata orang bilang – mengidap penyakit oedipus complex, yakni
lebih terangsang dengan wanita
yang berusia lebih tua dariku. Saat ini aku berusia 37 tahun dan
sudah berkeluarga. Ceritaku ini
berlangsung kurang lebih dimulai 10
tahun yang lalu. Setelah lulus kuliah
aku diterima di sebuah perusahaan.
Aku memulainya sebagai Management Trainee. Beberapa
waktu kemudian aku diangkat
sebagai manager. Karena
perusahaan ini adalah perusahaan
yang sudah establish, maka
bawahan-bawahanku banyak yang sudah berumur, dalam arti kata rata
rata umur anak buahku diatas
umurku. Aku mempunyai seorang anak
buah yang sudah bersuami dengan
1 orang anak. Aku tidak
mengetahui bahwa setiap
kupanggil, dia menampakkan
wajah yang berbeda dibanding dengan teman temannya.
Senyumnya yang enawan
seringkali dilemparkannya
kepadaku. Akupun hanya
membalas seadanya saja (maklum
untuk menjaga wibawaku). Suatu saat pernah dia menumpang pulang
bersamaku, karena kebetulan
rumah kami satu jurusan. Itupun
dilakukannya beramai ramai. Umurnya sebenarnya sudah
menginjak 35-an waktu itu
(sehingga selisih hampir 7 tahun
denganku). Makin lama dia sering
pulang bareng denganku. Suatu
saat kami diberikan kesempatan pulang bareng hanya berdua saja.
Supaya nggak diketahui oleh teman
temannya aku janjian disuatu
tempat yang telah kami tentukan.
Bertemulah aku di tempat yang
telah ditentukan. Sepanjang perjalanan di dalam mobilku, kami
lebih banyak diam. Kulirik dia, dia
lebih banyak melihat ke wajahku.
Perlahan lahan kutanyai dia tentang
kehidupan pribadinya. Dia
menjawab dengan sekenanya saja – dan aku rasakan dia malas untuk
mengungkapkan kehidupan
pribadinya. “Ada apa sih..”, sambil kuberanikan
untuk memegang pahanya. Eh
ternyata dia diam saja.
“Pak.., aku sebenarnya sangat
mengagumi Bapak”, begitu kata dia
memujiku. “Ah.. nggak.., biasa saja koq”,
begitu balasku”. Pelan pelan tanganku langsung
meraba ke pahanya. Gesekan-
gesekan di pahanya membuat dia
menepiskan tanganku. Kemudian
kudiamkan saja dan tanganku
kembali memegang kemudi. Kembali kami terbalut dalam
kebisuan lagi. Kemudian tangannya
aku letakkan di pahaku. Eh..,
ternyata dia menurut. Dia
kemudian aku bimbing untuk
mengelus elus elus pahaku. dan dia menurutinya. Aku naikkan
tangannya supaya memegang lebih
keatasnya, yakni ke batang
kemaluanku (yang masih ditutupi
celana tentunya). Tanganku
kemudian kembali mengelus elus pahanya. Pelan pelan tanganku kumasukkan
ke dalam roknya. Dia diam saja,
malahan elusan ke penisku makin
ditingkatkan frekuensinya.
Tanganku masih terus saja
mengelus elus pahanya, dan kuberanikan untuk naik ke
atasnya. Aku tidak melihat
bagaimana bentuk dan warna CD
yang dia pakai. Kulihat
speedometer di mobilku hanya
berjalan dengan kecepatan 40 km/ jam. Elusanku makin menjadi jadi dan
kumasukkan jari telunjukku ke
dalam celena dalamnya. Kurasakan
labio mayoranya basah. Jariku
terus berpetualang lebih ke dalam
lagi. Kulihat matanya terpejam dan menggeloyorkan badannya.
Gerakan masuk keluar masuk
keluar kulakukan. Erangan-erangan
kecil yang di timpali suara mesin
mobil menenggelamkan suaranya.
Tanganku kemudian kucabut dari jepitan selangkangannya. Aku
memegang kepalanya dan kubuka
resluitingku, kukeluarkan
kemaluanku. Aku benamkan kepalanya, untuk
mengulum batang kemaluanku. Dia
ternyata menuruti kemauanku.
“Agh.. ohh.. agh.. ohh..”,
erangannya.
Tanganku kemudian aku masukkan kembali ke selangkangannya.
Dimainkannya mulutnya untuk
memutar mutar penisku. Karena
aku tidak kuat lagi, maka di pinggir
jalanan yang agak sepi, maka
kupinggirkan mobilku. Dia isap terus kemaluanku..,
ditimpali dengan erangannya.
“Ogh Pak.., terus Pak.. enak Pak”.
Aku sendiri berkelonjotan tidak
karuan karena nikmatnya.
Eranganku semakin tinggi, begitu pula dengan ngebornya, dimana
ujung jari tengahku yang menjadi
mata bornya.
“Ogh.. ahh.. ogh ahh.. Aku nggak
kuat lagi Pak”.
Dilepaskannya kulumannya di penisku dan di pegangnya erat-erat
kedua tanganku dengan
tangannya.
“Pak cepetin Pak.. ahh.. ahh.. ahh”.
Dicengkeramnya badanku makin
erat. Kupegang tubuhnya, dan aku rasakan tubuhnya makin
menegang, menegang dan akhirnya
lemas. Kemaluanku masih
dipegangnya dengan erat. Karena
dia mengatakan bahwa sudah
orgasme, maka kutarik kepalanya agar melanjutkan tugasnya. Dia
kulum-kulum ujung kemaluanku,
aku menggelinjang dengan kondisi
tempat yang sempit sekali karena
di jok depan mobil. Isapannya makin kencang dan
kenikmatan yang tidak terperikan
aku rasakan. Bijiku dikulum-
kulumnya juga. Rasanya aku ada di
ujung langit. Melayang layang.
Mataku merem melek merasakan kenikmatan yang tak terperikan
tersebut.
“Cepat sayang, ogh.. cepat.. cepat
sayang. Iya bagian situ yang enak..,
iya sayang.. terus.. terus.., ahh.. ahh
aku nggak kuat lagi sayang.. ohh..”, maka muncratlah seluruh air
maniku.
Tahu-tahu di belakangku sudah ada
mobil yang mau parkir. Aku
kemudian menstarter mobilku
dengan kondisi yang masih acak- acakan. Oleh dia (oh ya saya lupa
menyebut namanya – dia bernama
Bu Risma), resluitingku
dibetulkannya. Penisku
dibetulkannya letaknya. Begitulah ceritaku. Lama akhirnya
kami menjadi sering pulang bareng.
Kalau berangkat kerja aku tidak
pernah, karena rumahnya lebih
jauh tempatnya dibandingkan
jarak rumahku ke tempat kerja. Sejak saat itu, setiap pulang kami
melampiaskan hasrat dengan
melakukan seperti itu. Dan apabila
ada waktu, kami menyewa hotel
sort time untuk melakukan coitus. ***** Suatu ketika, karena keterbatasan
waktu dan beban pekerjaan,
pernah kami melakukannya di
kantor. Saat itu hari Sabtu, dimana
jam kerja hanya sampai dengan
pukul 2 siang. Aku lihat pegawaiku yang lain sudah pada pulang. jam
kulihat sudah menunjukkan pukul
14.20. Kemudian tidak kemudian
lama bosku pulang. Yang tertingal
hanya 2 office boy. Saat aku
melihat ke ruang sebelah (meja stafku) Kulihat Bu Risma belum
pulang. Rupa-rupanya dia sedang
menungguku. Timbul pikiran yang bukan-bukan
di benakku. Perusahaanku adalah
salah satu penyewa ruangan di
sebuah gedung pencakar langit di
Jakarta ini. Aku panggil kedua
office boy yang sedang mengepel lantai.
“No.. sini”, pintaku.
“Kamu dengan Ratmo tolong
belikan nasi bungkus. Ini uangnya”
Sengaja kuberikan uang yang
berlebih. “Kamu sudah makan belum?”,
tanyaku.
“Belum Pak”, jawabnya.
“Kalau begitu, kamu makan saja di
warung belakang”, dia
menunjukkan raut muka kegirangan.
Maka langsung saja digamitnya
tangan Ratmo, sambil
menunjukkan muka cerah dengan
uang 50 ribuan di tangannya. Setelah kulihat ruangan sepi, maka
kuhampiri meja Bu Risma. Aku
tarik tangannya, dan langsung
kulumat bibirnya. Lumatanku
belum berhenti, tapi ada dering
telepon berbunyi. “Udah jangan diangkat”, ujar Bu
Risma.
Tanganku langsung meraba raba ke
gundukan payudaranya. Kami
masih dalam pakaian komplit. Aku
buka resluiting celanaku, dan kukeluarkan batang kemaluanku.
“Bu tolong diisep..”, dan kubimbing
kepalanya untuk turun kebawah.
Sambil berjongkok dia mengulum
penisku. Posisiku berdiri dengan
agak gemetar menahan kenikmatan yang tak terperikan.
Dikulum dan disedotnya habis-
habisan pucuk kemaluanku. Hal ini
berjalan kurang lebih 5 menit.
Kuangkat dia, dan berganti aku
yang jongkok dan dia pada posisi berdiri. Kuangkat roknya, dan kulepaskan
celana dalamnya. Belum sampai CD-
nya merosot ke bawah, aku
langsung menjilati kemaluannya.
Ujung lidahku kutempelkan dan
kukulum-kulum clitorisnya. “Ahh.. Pak.. enak.. Pak.. enak..
enak”.
Ditimpali dengan erangannya, maka
makin menjadi jadi kulumanku.
“Pak cepat masukkan Pak.. aku
sudah nggak kuat Pakk..”. Langsung aku berdiri dan
kusandarkan dia ke pinggir meja.
Kuarahkan ujung kemaluanku ke
permukaan memeknya.
Kemaluanku yang sudah menegang
ini kuputar-putar dengan tanganku ke permukaannya.
“Ahh.. ahh..”, hanya itu saja
erangan kenikmatan yang keluar
dari mulutnya.
Karena sudah tidak tahan, maka
dipegangnya kemaluanku dan langsung dibimbingnya untuk
menembus ke lubang
kemaluannya. Aku langsung
menekannya.
“Ahh..”, terdengar teriakan kecil
yang diucapkannya. Aku melihat ke pintu sejenak,
jangan-jangan kedua pesuruhku
tadi sudah kembali. Kulihat sejak
awal permainanku tadi, baru
berjalan 45 menit. Aku gerakkan pantatku maju
mundur, kuputar-putar, maju
mundur. Kadang kukeluarkan dan
langsung aku tancapkan lagi. Di
antara erangannya, tangannya
mendekap erat tanganku. Makin lama gerakanku makin kupercepat.
Makin erat pula pegangannya ke
tubuhku. Bibirnya kulumat,
lehernya kujilat demikian pula
tengkuknya. Gelinjang-gelinjang
kenikmatan melandanya. Makin lama gerakannya makin dia
percepat, pinggulnya maju mundur.
Makin cepat dan akhirnya dia
terpagut diam dan berteriak
histeris, sambil memegang erat
tubuhku. Kurasakan jepitan di kemaluanku yang demikian keras
dan lemaslah dia. Aku
menghentikan gerakanku.
Beberapa saat kemudian
kugerakkan lagi, karena aku belum
keluar. Kulihat bajunya sudah teracak-acak, walaupun kami masih
berpakaian lengkap. Beberapa saat
kemudian, aku merasakan kedut-
kedut di ujung penisku, dan aku
tahu bahwa spermaku akan segera
keluar. “Sayang, kamu kulum dong..”,
sambil langsung kukeluarkan
kemaluanku dari vaginanya dan
kutekan kepalanya kebawah.
“Ohh.. ohh.., aku keluar sayang”,
isapannya makin kencang dan kuat. Akhirnya aku tak berdaya
beberapa saat disertai dengan
kenikmatan yang tiada taranya. Dia
telan semua spermaku, dan
dikulum-kulumnya lagi penisku.
Aku berpikir, wah ini sudah tidak perlu dibersihkan lagi. Beberapa
saat kemudian dia lepas
kulumannya. Dia kemudian menuju
ke kamar mandi, dan aku
membetulkan letak pakaianku.
Beberapa saat kemudian, si No dan Ratmo baru kembali. Aku
kemudian makan, dan setelah
selesai makan aku langsung pulang
disertai dengan Bu Risma.