Kisah ini juga true story di mulai saat
Winda seorang ibu muda, 26 tahun
yang telah bersuami dan
mempunyai seorang anak berumur 1
tahun di tempatkan di Lubuk
Sikaping, Kabupaten Pasaman- Sumatera Barat. Kabupaten ini
terkenal dengan magisnya yang
kuat, terletak di pesisir selatan
Sumatera Barat. Demi karirnya di
sebuah Bank swasta pemerintah, ia
terpaksa bolak balik Padang - Lubuk Sikaping tiap akhir minggu
mengunjungi sang suami yang
menjadi dosen pada sebuah
Universitas di kota Padang. Awal Winda mengenal Johan sejak
Winda kost di rumah milik kakak
perempuannya. Winda tidak begitu
kenal dekat, Winda hanya
menganggukkan kepala saja saat
bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Winda. Jadi mereka belum
pernah berkomunikasi langsung.
Yah, sebagai adik pemilik rumah
tempat kostnya, Winda harus bisa
menempatkan diri seakrab
mungkin. Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum
pada orang yang Winda kenal.
Winda tahu diri sebab Winda adalah
pendatang di daerah yang cukup
jauh dari kota tempat Winda
bermukim. Begitu juga dengan latar belakang
Johan Winda tidak begitu tahu. Mulai
dari statusnya, usianya juga
pekerjaannya. Perkenalan mereka
terjadi di saat Winda akan pulang ke
Padang. Saat itu hari jumat sore sekitar jam
17.30. Winda tengah menunggu bis
yang akan membawanya ke
Padang, maklum di depan rumah
kost nya itu adalah jalan raya Lintas
Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering melewatinya. Tak
seperti biasanya meskipun jam telah
menunjukan pukul 17.50, bis tak
kunjung juga lewat. Winda jadi
gelisah karena biasanya bis ke
Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke Padang,
Winda transit dulu di Bukittinggi,
dan naik travel dari Bukittinggi. Kegelisahannya saat menunggu itu
di lihat oleh ibu pemilik kost Winda.
Ia lalu memanggil Winda dan
mengatakan bahwa adiknya Johan
juga mau ke Padang untuk
membawa muatan yang akan di bongkar di Padang. Dengan sedikit
basa basi Winda berusaha menolak
tawarannya itu, namun mengingat
Winda harus pulang dan bertemu
suami dan anaknya, maka tawaran
itu Winda terima. Yah, lalu Winda naik truknya itu menuju Padang. Selama perjalanan Winda berusaha
untuk bersikap sopan dan akrab
dengan lelaki adik pemilik kostnya
itu yang akhirnya Winda ketahui
bernama Johan. Usianya saat itu
sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat obrolan yang mulai akrab,
saling bercerita mulai dari pekerjaan
Winda juga pekerjaan Johan sebagai
seorang sopir truk antar daerah.
Iapun bercerita tentang
pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau Sumatera
dan Jawa. Winda mendengarkannya
dengan baik. Dia bercerita tentang
suka duka sebagai sopir, juga
tentang stigma orang-orang tentang
sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Windapun
memberikan tanggapan seadanya,
dapat dimaklumi karena Winda
yang di besarkan dalam keluarga
pegawai negeri tidak begitu tahu
kehidupan sopir. Windapun bercerita juga tentang
pekerjaannya di bidang perbankan
dan suka dukanya. Iapun sempat
memuji Winda yang mau di
tempatkan di luar daerah, dan rela
meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Winda tentunya
memberikan alasan yang bisa
diterima dan masuk akal. Winda juga memujinya tentang
ketekunannya berkerja mencari
sesuap nasi dan tidak mau
menggantungkan hidup kepada
keluarga kakaknya yang juga
termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik
kakaknya itu, setelah ia dan
suaminya pensiun dari guru.
Sedangkan anak-anak kakaknya itu
sudah bekeluarga semua, juga
bekerja di beberapa kota di Sumatera juga Jakarta. Selama perjalanan itu mereka
semakin akrab. Winda sempat
bertanya tentang keluarga Johan. Ia
tampak sedih, menurutnya sang istri
minta cerai dengan membawa serta
2 orang anaknya .Istrinya meminta cerai karena ada hasutan dari
keluarganya bahwa seorang sopir
suka menelantarkan keluarga. dan
Johan memberi tahu dirinya sebab
musabab ia bercerai dengan lengkap.
Padahal bagi Winda saat itu, hal itu tidaklah begitu penting, namun
sebagai lawan bicara yang baik
selama di perjalanan lebih baik
mendengarkan saja. Hingga
akhirnya Winda sampai di dekat
rumahnya di Padang. Winda di jemput suaminya di
perempatan jalan by pass itu, Winda
sempat mengenalkan Johan pada
suami dan suaminya, dan
mengucapkan terima kasih atas
bantuannya. Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan
kerumahnya, namun Johan dengan
sopan menolaknya dengan alasan
barang muatan truknya harus di
bongkar secepatnya. Dan mereka
pun berpisah di perempatan by pass itu. Semenjak Winda mengenal Johan,
Winda akhirnya sering menumpang
truknya ke Padang. Winda jadi tidak
kuatir lagi jika tidak ada bis umum
yang akan ke membawanya ke
Padang. Sejauh itu, keakraban Winda dan Johan, mereka masih dalam
batas - batas yang di tentukan
norma masyarakat Minang. Ya
kadang dalam perjalanan jika perut
lapar, mereka singgah untuk makan
dan Winda selalu berusaha untuk membayar, sebab sebagai seorang
wanita selalu ada perasaan tidak
enak, jika semuanya menjadi
tanggungannya. Winda tidak mau
terlalu banyak berhutang budi pada
orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke Padang
udah gratis ,makan gratis pula?? Kejadian pulang ke Padang seolah
telah biasa bagi Winda bersama
Johan. Kadang dia tidak ke Padang,
hanya ke Bukittinggi, Winda juga
ikut menumpang, lalu dari
Bukittinggi Winda naik travel atau bis. Winda pun akhirnya telah
menganggap Johan seperti
kakaknya sendiri. Itu karena ia
sering memberinya petuah tentang
hidup, misalnya harus banyak sabar
jika jadi istri, juga sikapku yang baik dimata ibu kost kakaknya itu.
Terkadang Winda sering
membawakan oleh-oleh untukt ibu
kostnya jika pulang, terkadang
Winda menyisihkan buat Johan, ya
meski harganya tidak seberapa namun ia amat senang. Selama 2 bulan itu Winda selalu
bersama Johan jika ke Padang.
Mulailah Johan bersikap aneh. Kini
dia jadi sering bicara jorok dan tabu.
Juga ia mulai berani bertanya
tentang gimana Winda berhubungan dengan suami, berapa lama
suaminya bisa bertahan dan berapa
kali Winda berhubungan selama
seminggu.Pertanyaan-
pertanyaannya ini tentu saja
membuatnya merasa risih dan tidak enak hati. Winda kadang berusaha
untuk pura-tidur tidur jika ia mulai
berbicara tentang hal-hal yang tidak
pantas itu. Meskipun ia mulai aneh
dan bicara tentang hal-hal yang cabul
itu. Winda bersyukur hingga saat ini Johan tidak macam macam
kepadanya. Winda menyadari
mungkin Johan sedang stress akibat
hidupnya yang sendiri itu, namun
Winda tidak menanggapinya, dan
seperti angin lalu saja. Hingga sampailah saat Winda pulang
dengannya untuk kesekian kali, ia
berusaha memegang jemari
tangannya. Winda tentu saja kaget
dan cemas, sekaligus takut. Winda
langsung menarik tangannya dari genggaman Johan. “Da jaan da, Winda alah balaki dan
punyo anak ketek, apo uda ndak ibo
membuek Winda kecewa (bang
jangan bang…. Winda punya suami
dan anak yang masih kecil,,apa
abang tega membuat Winda kecewa)?” ucap Winda. Winda juga
mengancam akan mengadukan
perlakuannya itu kepada kakaknya.
Johanpun lantas melepaskan
tangannya yang akan kembali
meraih jemarinya. Winda juga berkatag padanya.
“Cukuik sampai disiko sajo da,
Winda indak ka manumpang oto
uda lai ( Winda tidak akan
menumpang truk abang lagi)”.
Hingga Winda sampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih
lalu diam. Winda masih kesal.Diapun
sepertinya agak takut. Namun
Winda tidak tahu apa yang
membuatnya jadi seperti tadi. Hampir selama sebulan ini Winda
tidak melihat Johan di rumah
kakaknya, namun truknya masih
nongkrong di halaman samping
rumah induk itu. Selama itu Winda
pulang naik bis yang kadang transit di Bukittinggi. Winda tidak tahu
kemana ia pergi, namun Winda
menanyakan pada ibu kosnya, dan
Winda di beri tahu bahwa Johan
sedang mengunjungi mantan
istrinya untuk menjenguk anaknya. Windapun larut dengan rutinitasnya
seperti biasa. Namun hatinya yang tadinya kesal,
dongkol dan marah kepada Johan
tanpa sadari Winda perasaannya
mulai berubah. Tiba - tiba saja Winda
malah sangat ingin bertemu dan
ingin numpang pulang dengan truknya. Ya, Winda seakan rindu
berat. Hari jumat sore itu dengan masih
mengenakan pakaian kerja dan
penutup kepala, Windapun mau saja
diajak pulang bareng dengan Johan
yang mengantarkan muatan
truknya ke Padang. Mereka berangkat jam setengah lima. Lalu
dalam perjalanan lelaki berbadan
tegap tersebut kembali bicara itu,
tentangg hubungan laki-laki dan
perempuan serta sifat perempuan
yang memiliki libido tersembunyi. Juga kekuatannya berhubungan
badan dengan lawan jenis. Winda
malah mendengar dengan seksama
dan sesekali memberi komentar.
Mungkin saja karena lama tidak
tersalur atau laki - laki itu punya kemampuan lebih dalam hubungan
badan, juga mungkin bantuan obat
pemanbah perkasaant pria,
komentar Winda. Sepertinya wanita
muda tersebut tidak peduli lagi akan
omongan joroknya Johan. Hingga senja. Sekitar jam 7 lewat
mereka turun mampir di rumah
makan di pinggiran jalan di
Bukittinggi untuk beristirahat
sejenak sambil mengisi perut.
Anehnya saat itu Winda membiarkan saja saat tangannya di
gandeng oleh Johan. Mereka makan
dengan lahapnya. Dan setelah makan
mereka berkemas dan berangkat
untuk melanjutkan perjalanan
menuju Padang Mobil mulai jalan meninggalkan
rumah makan. Pas melalui daerah
Bukit Ambacang daerah yang
dulunya tempat pacuan kuda itu
mungkin karena perut udah
kenyang, dan dinginnya udara malam yang berembus dari celah
kaca mobil, Winda jadi mengantuk.
Winda menyandarkan kepalanya ke
kaca jendela mobil, tetapi karena
jalan yang tidak rata, kepala Winda
sering terantuk. Lalu Johan menawarkan, supaya Winda tidak
terantuk kaca agar Winda mendekat
kearahnya, dan bersandar di
bahunya. “Win…daripado adiek ndak bisa
lalok, labiah elok cubo sanda an
kapalo di bahu uda (Winda daripada
ga bisa tidur , lebih baik rebahkan
kepalamu di bahu abang)” kata
Johan. “Ndak usahlah da, kan uda sadang
manyopir, beko malah mambuek
uda ndak bisa manyopir elok-elok,
apolagi iko kan lah malam (nggak
usahlah bang,,kan abang sedang
nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik.apalagi
ini malam bang)” kata Winda
menolak dengan halus dan tidak
mau mendekat padahal saat itu
Winda telah ngantuk berat. Dengan sebelah tangannya Johan
meraih tangan wanita muda itu dan
menariknya agar mendekat, dan
makin mendekat hingga duduk
mereka menjadi menempel bersisian
dan hanya di batasi handel persneling mobil. Winda akhirnya
menurut dan merebahkan
kepalanya di bahunya lelaki
tersebut. Winda terlelap sesaat.
Padahal hati kecil Winda saat itu
berbisik bahwa itu salah besar, dan Winda mengetahui itu amat sangat
tidak boleh. Namun Winda juga
merasakan dorongan yang jauh
lebih besar untuk membiarkan itu
terjadi. Saat terpejam dan dalam keadaan
setengah tertidur itu tanpa Winda
menyadari, tiba-tiba sebuah kecupan
menerpa pipi dan bibirnyanya.
Wanita muda itu kaget dan langsung
bereaksi. Langsung ia menolakkan muka Johan dengan tangannya.
Johan pun menghentikan
kecupannya meskipun tangan
kirinya masih merangkul bahu
Winda agar tetap rapat menempel
pada dirinya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan pada bahu
kirinya dan mengingatkan agar ia
konsentrasi ke jalan. “Da sadarlah da, iko kan di jalan raya
bisa cilako beko, caliak tu mobil lain
kancang-kancang (Bang sadar bang
ini jalan raya bisa kecelakaan, mobil
lain pada ngebut tuh)” kata Winda
mengingatkan. Johan pun menurut dan kembali berkosentrasi
mengemudikan truknya.. Tak lama kemudian saat truknya
berjalan perlahan karena macet di
daerah Padangpanjang, saat Winda
yang masih merebahkan kepalanya
pada bahu Johan, terkejut karena
tiba-tiba saja karena bibir berkumis Johan menghampiri bibir tipisnya
dan mengecupnya sekilas. Winda
langsung terbangun dan duduk
kembali menjauh dari bahunya.
Perasaannya sangat dongkol tidak
bisa berkata-kata apalagi berbuat kasar ” Eh da Johan ko ndak mangarati
juo, Winda mintak jaan di ulangi,
badoso da, apo kato urang beko
kalau mancaliak tadi (Eh bang Johan
ini tidak juga ngerti, Winda mohon
jgn di ulang lagi ini, dosa bang apa nanti kata org jika lihat kita saat itu
tadi)?”. Namun, Johan sang sopir dia
tetap santai-santai saja, seakan-akan
Winda mengizinkan Johan berlaku
demikian
” Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang
gemas)” jawabnya sambil meminta
maaf. Kembali wanita muda tersebut diam
membisu selama perjalanan, tidak
menggubris apapun yang Johan
katakanKembali tangan kiri Johan
meraih bahu Winda untuk
mrengkuhnya agar kembali rebah pada bahunya. Selama perjalanan itu
Johan tidak lagi menciumi Winda,
hanya meremas remas jari lentiknya
dan mengecupi kepalanya yang
masih mengenakan penutup kepala.
Rasa hangat dan nyaman menghampiri perasaan Winda saat
itu. Hingga…
Saat truk mereka memasuki
wilayah jalan by pass yang gelap itu
dekat simpang bandara yang baru
sekarang ini, lelaki itu melambatkan
laju truknya dan kembali menciumi dan melumat bibir wanita muda itu.
Hanya saja herannya Winda malah
membiarkannya saja. Jujur
diakuinya ada desir-desir gairahnya
yang mulai bangkit. Lalu Johan
menghentikan truknya di tengah jalan dan kembali… menciumi,
melumat bibir sebelah bawah milik
Winda kembali dengan lebih
bergairah. Tangan kanannya mulai
naik meraba menemukan bukit
padat yang membusung terbungkus di dada wanita muda tersebut .
Meremasnya perlahan. Winda diam,
matanya terpejam dan menikmati
betapa gairahnya yang telah terbit
kembali meluap. Dalam keasyikan
mereka tersebut. Tiba-tiba…
Ada cahaya dari lampu mobil dari
arah berlawanan menyorot kepada
mereka. Dan langsung Johan
menghentikan aksinya, lalu kembali
pada posisinya menjalankan mobil tersebut hingga rumah wanita muda
tersebut. Sesampainya di rumah,
Winda masih saja terbayang akan
perlakuan Johan pada dirinya.
Untunglah saat itu suaminya sedang
berada di Jakarta dan takkan mengetahui perubahan sikapnya
tersebut. Hingga pada waktu tidur
pada malam itu Winda bermimpi
melakukan hal yang sama hingga ia
disetubuhi oleh Johan. Dalam
mimpinya ia merasa amat puas, puas yang berbeda sekali saat ia
melakukan dengan suaminya. Kembali kini Winda ke Pasaman, dan
bekerja seperti biasanya. Telah 3
minggu ini ia tak bertemu Johan.
Kata kakaknya Johan sedang ada
muatan ke Pematang Siantar. Winda
sangat berharap untuk bertemu. Dirinya dilanda rindu yang sangat
merajam perasaannya. Winda
seolah-olah menjadi seorang remaja
putri yang amat rindu pada kekasih
saat itu. Membuat pikirannya hanya
tertuju pada Johan seorang. Beberapa minggu kemudian mereka
bertemu dan kembali berangkat
bersama saat Winda hendak pulang
ke Padang. Saat di perjalanan Johan
minta Winda untuk melepas
kacamata Winda. Winda heran kenapa dia meminta Winda
melepaskan kacamata? “Uda taragak mancaliak mato diek
Win indak mamakai kacomato
(Abang ingin melihat mata Dik Win
tidak mengenakan kaca mata) .”
kata Johan. Windapun menurut
lantas melepas dan menyimpannya dalam kotak dan kemudian
memasukan dalam tas miliknya.
Sepanjang perjalanan itu Winda
tidak mengenakan kacamata.
Kembali tangan kiri Johan
merengkuh bahu Winda, menariknya agar duduk berdekatan.
Winda yang tidak ngantuk bergeser
mendekati dan karena merasa tidak
enak dengan hawa kaki lelaki itu
dari bawah dashbord dekat stirnya
itu kemudian menegakkan kepalanya dan tidak rebah dibahu
Johan. Dan kembali dalam perjalanan
menuju Padang Panjang Johan
meminta Winda melepas penutup
kepalanya ” Win uda taragak mancaliak
rambuik Winda, salamo iko uda alun
pernah mancaliaknyo, sabanta
sajonyo, kan hanyo diateh oto iko,
ndak ado do nan ka maliek
(Win..abang ingin melihat rambut Winda…selama ini abang belum
pernah lihat.sebentar aja Win, kan
hanya di atas truk ini, tidak ada
yang akan lihat)” katanya. dengan
alasannya ia sudah sangat lama ingin
melihat rambutku. “Jaan daa, Winda alah
barumahtanggo.. punyo anak..
Winda taragak manjadi ibu jo istri
nan elok.., sabab uda beko bisa
barubah pangana.., Winda kuatie da
(jangan lah bang,Winda sudah berkeluarga,juga punya anak, jadi
Winda ingin, jadi ibu dan istri yang
baik, sebab jika Win buka kerudung,
nanti,abang bisa berubah pikiran,
Winda kuatir bang)”. Winda merasa
keberatan, sebab merasa amat telanjang jika kerudungnya lepas.
“Alaa, Diek Winda jaan takuik ka
uda, uda kan indak jaek, apolagi uda
sayang bana ka Winda, walaupun
alah punyo laki jo anak (Ala..Dik
Winda jangan takut ama abang, abang kan bukan orang jahat,
apalagi abang amat sayang pada
Winda,meski abang tau Winda sudah
punya suami dan anak)” kata Namun
Johan menyakinkan. Winda bahwa
ini hanya sebentar. Lalu Windapun meluluskan permintaannya. Penutup
kepalanya dilepas dan di taruh, di
pangkuannya sendiri. Tangan kiri Johan naik dan membelai
rambut Winda, dari atas lalu turun
ke tengkuknya yang di tumbuhi
rambut halus. “Uda suko mancaliak bulu roma di
kuduak diek Win (abang suka
melihat rambut halus di tengkuk dik
Win) ” ujar Johan.
“Harum bana (sangat wangi)” lanjut
lelaki tersebut seraya menarik leher wanita muda itu mendekat kearah
wajahnya. Dan mencium tengkuk
berbulu halus itu. Winda merasa geli
dan merinding, sebab gairahnya
mulai terpicu. Lalu ia merebahkan
kepala Winda di bahunya di sepanjang jalan yang macet, pada
penurunan Lembah Anai tersebut.
Sesekali ia meraba pipi wanita muda
tersebut
“Pipi diek Win aluih jo barasiah (Pipi
dik Win halus dan bersih)” tambah Johan. Winda diam saja.
“Biasalah laki – laki, suka
menyanjung. Seperti biasa dilakukan
suamiku sebelum menciumi aku”
batin Winda. Winda pun lalu berusaha
memicingkan matanya. Namun saat
laju mobilnya terhenti karena macet
Johan mencoba menciumi pipi
kirinya terus turun hingga
menemukan bibir tipis yang tersaput merah dan mengecupnya
sesaat. Winda berusaha
mengatupkan bibirnya namun
tangan kanan Johan berusaha masuk
kedalam kaos panjang lengan putih
bergaris pakaian atasnya itu melalui bawah kaos. Tangan lelaki itu
menyentuh pembungkus dadanya
yang membusung. Winda
memejamkan matanya “Uhhh…..desah wanita muda itu
perlahan. Sehingga Winda tidak
dapat berbuat apa apa selain hanya
menikmati dan larut karena tangan
kanannya saat itu masih memegang
penutup kapalanya di pangkuan. Beberapa saat kemudian Johan
menarik tangannya dan kembali
melajukan truknya menuju arah
Sicincin saat macet telah berakhir. Saat di jalan Sicincin itu mobil saat itu
berjalan perlahan karena macet,
meski tangan kirinya di stir Johan
dengan tangan kanannya
merengkuh wajah Winda, dan tiba-
tiba saja bibir wanita muda tersebut di lumatnya. Winda langsung saja
terpana dan kaget, mukanya
memerah. Namun Winda tidak bisa
marah karena rasa nikmat yang
mulai timbul .. Akhirnya Johan
melepaskan bibir merah milik Winda. Namun tangan kiri Johan kini
meremas jari lentiknya. Sehabis jari
wanita muda itu di remasnya,
tangannya mulai merayap masuk ke
dalam melalui belahan atas kaos
kaos panjang lengan yang bergaris putih yang saat itu ia kenakan
berpadu dengan celana panjang.
Winda sadar dan menahan laju
tangan tersebut dengan tangan
kirinya. Saat itu baru bagian
perutnya yang tersentuh oleh tangan Johan. Terasa hangat dan
kasar. Tangan Johan lalu keluar dan
dia kembali asyik dengan stir. Saat memasuki jalan by pass..
Jalanan gelap sekali hanya beberapa
tempat saja yang di terangi lampu
jalan, Johan menepi dan
menghentikan truknya di pinggir
jalan. “Ko baranti da (kenapa berhenti
bang)?” tanya Winda bingung.
Johan diam saja tak menjawab, dan
kembali merengkuh bahu wanita
muda tersebut. Menariknya
mendekat kearahnya. Dan diatas mitsubishi colt berwarna kuning
tersebut bibir Winda kembali
dikecupnya. Tidak saja di kecupnya,
kuluman dan lumatan juga
dilakukan Johan pada bibir lembut
wanita cantik tersebut. Mengelitiki setiap ujung bibir tipis tersebut
dengan tekun. Sedikit demi sedikit
gairah dalam tubuh wanita muda
tersebut bangkit. Winda membalas
setiap lumatan bibir Johan,
membuka mulutnya memberikan keleluasaan pada lidah Johan untuk
menikmati kebasahan di dalamnya.
Lidah mereka saling berpilin,
membelit di dalam. Tangan kanan
Johan merayap masuk kedalam
kaos panjangnya melalui bagian bawahnya, bergerak naik keatas
menemukan bukit membusung
padat di sebelah kanan lalun
meremas dan memijit bukit padat
milik Winda tersebut dari luar bahan
pembungkusnya. Wanita muda tersebut seolah tak mampu
menolaknya. Winda berusaha
melepaskan tangan Johan, namun
keinginannya di kalahkan oleh
hasratnya yang telah terpicu.
Dirasakannya begitu hangat dan cekatan tangan lelaki itu
mengirimkan berjuta-juta sengatan
birahi disana. Tubuh indahnya mulai
menggeliat-geliat dalam dekapan
Johan di dera nikmat pada sekujur
pori - porinya. Selang sekitar 25 menit kemudian Johan
menghentikan perbuatannya. “Indak usahlah disiko, daerah iko
agak angek, acok tajadi parampehan
(Jangan disini, daerahnya rawan
sering terjadi perampasan)” ujarnya
kuatir kemudian. Winda diam, membenahi pakaiannya
mulai dari kaos dan penutup
kepalanya, juga membenahi
napasnya yang sempat memburu
disertai gairahnya yang sempat
meninggi. Lagi pula persimpangan arah ke rumahnya telah dekat. Mobil
Mitsubishi kuning itu pun kembali
bergerak. Winda terdiam selama
perjalanan menuju persimpangan
rumahnya. Ada penyesalan dalam
dirinya saat itu bisa terlibat sejauh itu, namun seakan terhapuskan rasa
yang timbul akibat perlakuan lelaki
tersebut pada dirinya. Begitu
sesampainya Winda di rumahnya
sekitar pukul setengah sepuluh
malam itu Winda langsung mandi. Ternyata suaminya masih berada di
kampus. Malam itu Winda sempat bersetubuh
dengan suaminya Winda heran
malam itu ia kurang bergairah seolah
hanya terpaksa menjalankan
kewajiban saja. “Alah lamo awak indak
bahubuangan diak (sudah lama kita
tidak berhubungan dik)” kata
suaminya. Winda merasa berhutang
pada suaminya karena memang
dalam minggu ini mereka belum pernah berhubungan badan. Dengan
enggan Windapun menuruti
keinginan suaminya. Di ranjang
mereka malam itu ditengah
kesibukan suaminya mengayuh
biduk asmara mereka, tiba-tiba datang sekelebat bayangan berupa
sosok Johan .Langsung gairah dan
nafsunya mereda. Winda langsung
kehilangan gairah di tengah
pergumulan mereka, namun demi
menjalankan tugasnya sebagai istri, maka Winda berpura-pura
menikmati hubungan itu hingga
selesai. Aktifitas Winda kembali seperti
biasa hingga ia kembali ke Pasaman,
daerah tempat bekerjanya. Dan
bekerja seperti biasanya. Hari itu hari Selasa. Saat ia pulang ke
kost-anya. Didapatinya rumah dalam
keadaan kosong. Rupanya sang ibu
kost beserta suaminya berangkat ke
Palembang mengunjungi salah
seorang anaknya di sana. Dan praktis hanya Winda yang berada di rumah
itu. Johan dan juga tak kelihatan.
Besoknya pada hari rabu Johan
muncul namun tidak dengan
truknya. “Oto sadang di pelo-an di bengke
(truk sedang diperbaiki di bengkel) ”
ujarnya Johan menerangkan pada
Winda saat menanyakan truknya.
Malam itu Johan mengajak Winda. “Win ..alah makan Win (Win udah
makan Win)?”tanya Johan.
“Alun lai da (Belum bang)” sahut
Winda.
“Kalua awak makan lah, ado
tampek nan rancak untuk makan daerahnyo dingin jo tanang (Ayo
kita makan keluar, ada tempat
makan yang bagus, daerahnya
dingin dan sepi) terang Johan
mengajak wanita muda tersebut.
“Ndak baa do da (Boleh bang)” sahut Winda.
“Tapi jan lamo - lamo yo da (Tapi ga
lama kan bang)?” sambung Winda
kembali. Lalu Windapun masuk ke kamarnya
dan berganti pakaian. Mengenakan
kaos panjang lengan berwarna
merah muda dan jaket serta
bawahan celana panjang berbahan
katun hitam kemudian berangkat bersamanya. Kebetulan ada mobil
kakaknya yang ditinggal. Sebuah
toyota starlet berwarna merah.
Mereka berangkat sekitar jam 7
malam itu. Tempat yang mereka
tuju terletak agak jauh arah ke Medan tetapi masih di wilayah
Lubuk Sikaping sekitar 1 jam
perjalanan dari ibukota kabupaten
tempat tinggalnya. Saat itu Johan
mengenakan kaos oblongnya dan
jeans biru Mereka makan di sebuah warung
makan yang terbuat dari anyaman
bambu menyerupai saung yang
dinding setinggi tertutup setinggi
bahu orang dewasa. Mereka makan
ikan bakar dan duduk secara lesehan. Winda berada pada sisi
kanannya Johan. Memang
tempatnya amat romantis, apalagi
saung itu lampunya redup dan bunyi
jangkrik, meningkahi suasana
makan mereka. Mereka makan, berbincang, bercanda dan sesekali
saling menyuapi. Setelah makan
mereka duduk bersantai. Mereka mulai saling berciuman,
saling berpelukan erat. Winda
terlena oleh suasana. Winda rebah di
pangkuan pada paha kirinya Johan. Winda memegang lengan Johan.
Wajah mereka saling tatap dalam
senyuman. Perlahan Johan membelai
wajah wanita muda tersebut.
Merabai kehalusan kulitnya.
Wajahnya menunduk turun mendekati wajah Winda. Winda
merasakan jantungnya berdegup
kencang Johan mengecup kepala
Winda yang masih tertutup, turun
kekeningnya terus ke pipi yang licin
dan bergerak naik menjumpai sepasang bibir lembut yang
memerah. Di kecupnya perlahan.
Winda memejamkan matanya saat
bibir berkumis lelaki itu mulai
melumat bibir tipisnya. Awalnya
Winda hanya diam namun akhirnya Winda mulai menerima dan bereaksi
dan ikut arus lumatannya. Ada
hawa kuat yang menggiringnya
untuk mengikuti alunan gairah yang
diberikan Johan. Lidah mereka telah saling belit dalam
kebasahan mulut Winda. Sedangkan
tangan kiri Johan telah mulai
merayap. Awalnya mengelus leher
bagian dalam terus turun masuknya
lewat lobang krah ke arah dada dan masuk kebalik bra dan
meremasputing bukit padatnya
yang membulat dengan perlahan.
Rabaan tangan kanan Johan
merayap di sepanjang batang paha
Winda mengelusnya bergantian paha kiri dan kanan tak terlewatkan
meski kedua kaki Winda tetap
rapat. Menurun pada bagian
dalamnya dan mengelusnya dengan
lembut. Lecutan gairah segera
meletup dalam diri Winda. Napasnya mulai memburu, tersengal -sengal. Kurang lebih 1 jam kemudian baru
mereka pulang ke rumah. Saat di
mobil kejadian itu terjadi lagi pada
perjalanan pulang sekitar 5 menit.
Mobil starlet merah itu sengaja di
hentikan Johan. Didalam mobil itu masih di kursi depan Johan kembali
meraba dengan tangan kirinya.
wajah dan terus ke dada Winda
yang saat itu masih terbungkus kaos
panjangnya. Johan pun melumat
bibir tipisnya. Winda hanya bisa diam meski lidah Johan dengan
leluasa telah mengait-ngait lidahnya
dalam mulutnya… agak lama….
sebelah tangan Johan lalu berusaha
masuk kedalam celana panjang
katun yang Winda kenakan, tangan kiri itu menyelinap masuk dan mulai
menyentuh bagian kewanitaannya
diluar pakaian dalamnya Winda
seperti tersengat… geli. namun
Winda menariknya kembali tangan
tersebut beraksi beberapa saat. “Jaan lah da… ,Winda alah punyo laki
jo anak (jangan bang Winda udah
mempunyai suami dan anak)” ujar
Winda lirih.
“Winda malu…”tambah Winda
mencoba menahan keinginan Johan saat itu disela –sela napsunya yang
telah bangkit hampir membakar
dirinya. Johanpun menurut dan kembali
menghidupkan mesin mobil
berangkat menuju rumah. Dan
begitu sampai mereka langsung
masuk rumah. Winda masuk
kerumah pavilunnya dan terus masuk ke dalam kamar. Sedangkan
Johan pergi lagi, ada urusan katanya.
Padahal saat itu Winda sudah sangat
terangsang, batinnya menuntut
pelepasan dan kalaupun dia datang
menemuinya kembali untuk menuntaskan apa yang mereka
telah mulai… Winda pun takkan
kuasa menolak rasanya. Tetapi
tampaknya Johan memang tengah
berusaha memancingnya. Paginya
Windapun kembali menjalankan aktifitasnya di kantor seperti
biasanya Malamnya, malam Jumat itu mereka
kembali makan malam bersama
diluar namun tidak di tempat
kemaren malam itu. Denag arah
yang sama ke arah Medan, tapi
berbelok kekanan. Suasana tempatnya seperti umumnya
restoran, ada beberapa orang
singgah untuk makan. Tempatnya
juga tidak begitu ramai. Winda
maklum Johan mengajaknya ke luar
dari kota itu agar mereka tidak di pergoki oleh temannya ataupun
teman sekantornya Winda. mereka
hanya makan saja, kemesraan
mereka tidak seperti kemaren
malam. Malam ini mereka hanya
saling berpegangan tangan saja. Dan setelah itu mereka langsung pulang. Sampai di rumah sekitar jam 21.00
WIB. Winda masuk langsung masuk ke
paviliun kamarnya, sedangkan
Johan masuk ke dalam rumah
kakaknya. Saat Winda telah bersalin
pakaian dengan, mengenakan
kemeja tidur yang panjang berwarna merah muda dan
setelannya berupa celana panjang
bercorak sama. Tapi tak lama
kemudian terdengar ketukan di
pintu pavilunnya. Terdengar suara
Johan memanggilnya. Winda menutup rambutnya dengan bergok
yang biasa Winda pakai jika ada
tamu dan membuka pintu untuk
mempersilakan lelaki itu masuk
mengingat selain dia adik pemilik
rumah mungkin dia mempunyai keperluan yang harus disampaikan. Rupanya Johan habis mandi malam
itu. Terlihat dari rambutnya yang
basah dan anehnya ada sedikit bau -
bauan yang agak menyengat
menyemburat di hidung Winda. Ya,
wanita muda itu masih ingat baunya seperti wangi bunga mawar…
mereka duduk di ruang depan
faviliun itu, bersebelahan pada sofa
sudut. dengan Johan berada di
sebelah kirinya. Sambil berbincang-
bincang apa saja. Tak disadarinya pembicaraan Johan mulai bergeser
pada hal yang sangat pribadi dan
cenderung intim. Dari pembicaraan
mengenai kesepian dirinya setelah
bercerai, godaan - godaan saat ia
membawa truk keluar daerah, juga bercerita bahwa ia pernah
berhubungan dengan wanita di kota
yang ia singgahi, termasuk dengan
pelayan rumah makan di Medan,
juga berkata mengenai
keperkasaannya saat bersetubuh katanya cukup mampu melayani
wanita itu hingga beberapa kali . Kemudian Johan pindah duduk
disamping wanita muda itu, duduk
disebelah kirinya.
Lalu lelaki itu meraih jemari
lentiknya dan membawanya ke
pahanya. Winda diam tak bereaksi. Perlahan menarik bahu Winda,
memutar nya agar menghadap dan
menjatuhkan kecupan ringan pada
bibir tipis wanita muda tersebut.
Winda merasa sedikit jengah
langsung menunduk malu sebab itu berlangsung tiba tiba dan
mengejutkan dirinya, meskipun hal
itu telah diduganya akan terjadi. Namun… sentuhan bibir saat itu
tidak seperti biasanya, Winda
merasakan sengatan listrik mengalir
pada sekujur tubuhnya. Tetapi Johan
terus mengulum dan melumat bibir
tipis wanita muda tersebut. Perlahan Windapun mulai membalasnya…
menerima bibir lelaki berkumis itu
dengan membuka mulutnya,
memberikan ruang bagi lidah Johan
untuk menerobos masuk di sela â
€“sela giginya yang berbaris rapi. Menikmati betapa lidah kasap itu
menggelitik di dalam rongga
mulutnya, menemukan lidah Winda
yang lancip untuk saling
bercengkrama dan saling palun
dalam kebasahan mulut Winda. Winda memejamkan matanya
menikmatinya. Lalu tangan Johan naik pada leher
Winda, berusaha melepas penutup
kepala Winda saat mereka
berhadapan. Setelah lepas wajahnya
mendekat, napasnya terasa hangat
menembus kemeja tidur pada pundaknya. Johan dengan lembut
mencium pundak dan di bagian
belakang leher wanita muda
berkulit putih tersebut. Sambil
mendorong perlahan agar wanita
muda itu rebah di sandaran sofa. Winda larut dalam dekapan dan
cumbuan lelaki gagah itu. Ia
semakin… terlena… pasrah.. lemas…
menyerah pada birahi yang timbul
oleh perlakuan Johan pada dirinya
kemanapun arah yang diingininya. Tangan Winda memegang bahu
Johan yang tengah menahan kepala
Winda dengan kedua tangannya.
Sambil terus saling lumat dan kulum
itu… tangan kanan lelaki tersebut
turun dari belakang kepala dengan perlahan, menyusuri bahu yang
telah terbuka, melewati belikatnya
dan menemukan bukit membusung
padat di dada wanita muda tersebut.
Masih dari luar tangannya mulai
meremas bukit padat yang terbungkus itu. Dengan sedikit kasar
ia memilinnya…!!!Wajah dan tubuh
wanita muda itu mulai berkeringat.
Kehangatan bara birahi yang
dialirkan oleh perlakuan Johan pada
dirinya mulai membakar setiap titik syaraf kewanitaannya. Tangan kanan Johan kemudian
turun… merasakan hangatnya perut
yang terselimuti pakaian… terus
turun menemukan ujung bawah
kemeja tidur wanita berkulit putih
tersebut… menyelinap kebaliknya dan naik menyusuri perut terus ke
atas. Menyelinap ke balik
pembungkus bukit membusung di
dada Winda. Meremas dengan
lembut beberapa kali lalu memjit
putiknya dengan intens. “Ohh…..” Winda mendesah…
matanya terpejam dikarenakan rasa
malu dan rasa nikmat yang
bercampur baur… Tubuhnya serasa
terbang melayang lepas dari tempat
berpijaknya. Kedua tangan Winda semakin erat memeluk leher Johan.
Bibir Johan merayap turun dan
menciumi leher jenjang yang mulai
basah… basah oleh keringat. Bibir
berkumis lelaki itu menjejali
lehernya dengan gigitan-gigitan kecil yang kurang pahaminya, namun
membuat Winda semakin larut… Sementara itu tangan kiri Johan
telah berada pada pertemuan paha
wanita muda itu… meski diluar saja
dan tidak masuk kedalam celana
tidurnya… Winda amat kaget dan
tubuhnya terlonjak kaget… serasa tersengat listrik… Tangannya
meraba raba mengelus… dengan
lincah meskipun pada posisi kaki
Winda yang masih merapat. Winda
meraih tangan tersebut berusaha
melepaskan tangan lelaki itu pada pertemuan pahanya. belum pernah
di perlakukan demikian oleh lelaki
manapun termasuk suaminya. Johan
menurut dan menarik tangannya
dan menjauh dari Winda. Kembali mereka duduk lagi seperti
biasa.. begitu juga Winda pun
kembali duduk sewajarnya. Johan
bangkit melangkah keluar kembali
ke rumah kakaknya. Beberapa saat
kemudian kembali dengan sebotol air putih beserta 2 gelas beling.
Menuangkan air putih tersebut dan
memberikannya segelas pada Winda.
Dia meminum air tersebut begitu
juga Winda. Tubuhnya yang telah
menghangat dan berkeringat oleh percumbuan barusan membutuhkan
penawar menyegarkan. Kemudian Johan berdiri, melangkah
ke pintu dan menutupkan pintu
paviliun tersebut sekaligus
menguncinya… dari dalam.
Melangkah menghampiri Winda
yang masih duduk dan menariknya agar berdiri. Winda menurut dan
seakan jadi manusia idiot yang mau
saja saat di bimbing lelaki gagah itu
ke dalam kamar tidurnya sendiri.
Sesampainya dikamar, Johan
menutupkan pintu kamar dan menghidupkan lampu tidur yang
bersinar temaram. Winda di
dudukan oleh lelaki itu dipinggiran
ranjang dari besi yang sudah lama
dan bermodel antik … diatas
spreinya yang berwarna putih. Johan lalu berdiri dan melepas kaos
putih berlengannya hingga ia tinggal
bercelana santai yang pendek saja…. Kembali dihampirinya wanita muda,
meraih dagu lancip Winda dengan
tangan kanannya dan menjatuhkan
kecupan pada bibir tipis itu. itu
Kecupan itu berubah menjadi
lumatan dan kuluman menghisap bibir tersebut hingga membuat
Winda hampir kehabisan napas
sehingga terpaksa membalas karena
lidah Johan telah menyelusuri bagian
dalam mulutnya… Johan berhenti…
memberikan waktu bagi wanita muda itu untuk mengatur napasnya
yang tersengal sengal. Tangan Johan meraih kancing
kemeja tidur wanita muda berrkulit
putih tersebut. Mencoba
melepaskannya dengan perlahan
satu demi satu. Winda menahan laju
tangan lelaki itu dengan tangannya. Johan tak menggubrisnya dan tetap
melakukan hal itu. Setelah kancing
tersebut lepas semuanya,
disibakkannya kemeja tidur
tersebut pada bahunya sehingga
bahan tersebut meluncur turun… lepas dari tubuh pemakainya.. dan
langsung jatuh ke lantai. Praktis
tubuh mulus atas Winda
telanjang…!!! hanya sebuah kalung
yang biasa dipakainya dan dua cup
menutupi bulatan padat yang membusung di dadanya Johan mulai mengecupi bahu
telanjang wanita berkulit putih itu. “Ohh……” Winda mengeluh,
tangannya terpaku pada pinggiran
ranjangnya… ada rasa geli..dan
gairah yang datang
menghampirinya lewat ciuman itu.
Ciuman itu merayap ke leher jenjangnya dan turun menyusuri
belikatnya ke bawah menemukan
lembah kedua bukit dadanya yang
mulai berkeringat. Lalu tangan Johan
merayap ke belakang menemukan
kait pengikat benda pembungkus dada Winda. Satu sentakan kecil
membuat kait benda tersebut lepas
dan membiarkannya meluncur turun
meninggalkan tubuh yang sintal dan
mulus itu untuk tergolek menemani
kemeja tidur yang telah berada di lantai. Winda berusaha memiringkan
tubuhnya agar tidak terlalu
terekspos pada lelaki itu… namun
dengan kedua tangannya yang
berada di balik lengkung punggung
Winda. Johan mencoba menahan gerakan itu. Wajah lelaki itu mendekat pada dada
Winda. Lidahnya mulai menjilati
permukaan licin dada yang
membusung indah tersebut.
Bergantian bukit yang kiri dan
kanan tak satupun tertinggal… hingga akhirnya bibir berkumis itu
mampir pada puncak bukit padat di
dada Winda. Kepala Winda langsung
terlontar rebah kebelakang…!!!
Menggigit dan mengulumnya
dengan intens… saat ia menggigit… Winda merasa geli dan segera
gairahnya terlecut. “Ahh….”rintih Winda terlepas begitu
saja dari bibir tipisnya. Tubuhnya
mulai hangat dan berkeringat,
menggeliat-geliat dalam dekapan
Johan. Tak kuat ia rasakan deraan
nikmat yang melanda segenap penjuru tubuhnya. Tubuhnya lunglai
dan seiring dengan itu Johan mulai
merebahkan tubuh sintal tersebut
perlahan di ranjang bersprey putih.
Sedangkan kedua kaki wanita itu
masih menjejak lantai. Kini Winda terbaring di ranjangnya sendiri…
dengan peluh yang muncul di setiap
porinya, tersengal-sengal dalam
gemuruh nafsu yang telah
membubung…!!! Johan rebah diatas tubuhnya,
diantara kedua kakinya yang masih
mengenakan celana tidur telah
membuka naluriah. Terasa oleh
wanita muda pada perutnya betapa
sebuah batang mulai mengeras. Kembali bibir dan lidah lelaki itu
mencumbui bukit padat milik Winda
yang mulai mengeras dalam nafsu…
tak ketinggalan wajah… bibir… leher
jenjangnya mendapat kecupan…
lumatan yang bertubi-tubi… kedua tangan Johan terkadang
menggantikan aksi bibirnya pada
dada Winda. “Uhhh……”desah Winda mulai sering
terdengar. Rasa nikmat perlakuan
Johan pada tubuhnya
membubungkan nafsunya pada titik
yang tak bisa kembali… kedua
tangan Winda hanya bisa meraih dan mencengkeram pada bahu
berkeringat lelaki gagah tersebut…
bisa dia rasakan betapa dirinya telah
basah disana sini… juga pada
kewanitaannya yang mulai
berdenyut. Lalu Johan bergerak lagi.. diangkatnya tubuh mulus yang
telah telanjang hingga pinggang
tersebut… menggesernya lebih
keatas hingga kedua kaki Winda
kini tergolek di atas ranjang
bersprey putih tersebut. Kembali berbaribg di samping kiri
Winda, tangan kanan Johan meraih
ke bawah, menemukan karet celana
tidur wanita muda itu. Mencoba
menariknya. Kaget Winda berusaha
mencegahnya… tetapi telah terlambat karena karet celananya
telah turun hingga lututnya… dan
terus turun hingga akhirnya hanya
sehelai kain tipis berwarna putih
yang telah basah yang masih
menutupi pertemuan batang pahanya. Bulu roma Winda berdiri di
dera oleh nafsu yang
berkesangatan… seakan ikut
merasakan apa yang kan terjadi
malam itu. Kini tangan Johan kiri meraba bagian
kewanitaan Winda yang masih
terbalut itu dengan jarinya…
menekan lepitan belahan
kewanitaannya yang basah… itu di
luar. Sambil kedua tangan Winda hanya bisa mendekap kepala Johan..
Winda berusaha tetap merapatkan
kedua batang pahanya. Namun
Johan bergerak ke lain arah
menemukan karet kain tipis
pembalut pertemuan paha Winda, menariknya perlahan.. dan dengan
mudah kain yang berbentuk segitiga
tersebut lolos dan meninggalkan
tubuh pemakainya menyusul
pakaian lain yang telah terlebih
dahulu lepas. Semuanya berjalan lancar seolah-olah Winda tak bisa
kuasa menolak setiap perlakuan
Johan. Semuanya telah terbuka.. tidak ada
lagi ditubuh Winda yang masih
tertutup…, terbaring telanjang
dalam napas bergemuruh dengan
tubuh yang berpeluh disana-sini…!!!
Bukit padat di dadanya dengan puncaknya yang berdiri tegak
mengkilat di di bawah sinar
temaram lampu kamar itu. Winda
merasa heran saat itu.. hentakan
dalam tubuhnya amat mengelora…
ingin semuanya terjadi sesegera mungkin.. Lalu Johan berdiri, melepaskan
celana pendek dan sekaligus pakaian
dalamnya… hingga tubuh tegapnya
telanjang. Ada rasa takut… dalam
diri wanita muda yang tergolek di
ranjang itu saat melihat sosok Johan dengan dada dan tangannya yang
berbulu… lebat. Apalagi dengan
pakaian yang telah lepas dari
tubuhnya saat itu… membuatnya
amat kuatir… melihat batang
kelelakian yang amat panjang milik lelaki gagah itu..!!! Jujur diakuinya
milik suaminya tak berarti di
bandingkan dengan milik Johan.
Jauh didalam hati kecilnya Winda
menyesali kejadian yang tengah
berlangsung itu. Ini baru pertama kalinya dalam hidupnya… telanjang
di hadapan lelaki lain yang bukan
suaminya. Namun gairah… nafsu…
dan rasa yang Winda tak
dipahaminya itu terus membutakan
hati kecilnya saat itu. Johan mulai merayap naik di atas
tubuhnya tak mempunyai pilihan
kedua batang paha Winda naluriah
membuka memberikan ruang pada
pinggul lelaki tersebut untuk
menempel. Kembali Johan mengecupi bibirnya dengan bernafsu
dan kini Winda tak kalah lincah
menyambut bibir dan mulut lelaki
itu… Sedangkan tangannya telah
bermain di bukit padat di dada
Winda. Meremasnya berkali- kali.. kadang menggesek dengan gemas
menggunakan kumisnya… “Ouhh…” rintih Winda. Perasaannya
serasa terbang tinggi ke angkasa
dengan tubuh menggeliat-geliat bak
cacaing kepanasan…Kedua tangan
Johan tak henti – hentinya
meremas… memilin.. bukit membusung di dada Winda hingga
kedua bukit padat itu menegang
dengan putik yang mengeras…
seolah tegak… membuatnya
memerah di setiap permukaan
licinnya. Terasakan juga oleh wanita muda itu betapa hangat dan
tegapnya batang pejal milik Johan…
menyentuh di bawah pusarnya. Lalu Johan turun dan berlutut
bertumpu di atas kasur ranjang.
Meraih kedua betis putih milik
Winda yang tengah terbuka…
mengangkat keduanya keatas.
Kemudian lidah Johan meluncur sepanjang kedua kaki Winda, mulai
dari ujung kaki hingga ke pangkal
paha bagian dalamwanita muda itu
tanpa sedikitpun ketinggalan… Lidah
kasapnya terasa kasar, kesat dan
basah. Winda masih memejamkan matanya menikmati gelombang
biraai yang menderu-deru
melandanya… kemudian ia terus
turun, Winda seakan telah tergolek…
kalah… rasa pasrahnya… membuat
tubuhnya seolah menerima perlakuan dia saat itu.. Terus Johan membungkukkan
wajahnya hingga jatuh pada
kewanitaan Winda. Lidahnya
masuk… menjilat … lepitan
basahnya.. ada rasa hangat, geli, oleh
jilatannya itu. Kadang lidahnya menghisap dan mengulum tonjolan
sebesar kacang tanah di sana. Winda
tidak mampu lagi berkata kata saat
itu hanya bisa merintih dan
mendesis… dengan tubuh
menggeliat- geliat… Telapak tangan Winda berada dikepalanya
menggenggam rambutnya dengan
gemas…. sebagai tempat berpegang..
kedua kakinya berusaha dirapatkan
karena rasa geli yang menghujam
namun… terganjal.. kepalanya… rasa basah itu mulai datang dan seakan
meledak… Lidah dan bibir masih di
lepitannya, tidak ada sedikitpun rasa
jijik pada dirinya saat itu.. “Ohh………” dengus Winda. Beberapa
saat Winda klimaks… Winda
mengejang..!!!. tubuhnya serasa
melayang seringan seperti kapas..
Winda basah.. dan terkulai lemas…
Johan lalu berhenti, lalu bangkit dan berdiri melangkah pergi mengambil
air minum diluar kamar, dan kembali
masuk dengan botol minuman dan
gelas tadi. ia pun minum, namun
tidak… menawari Winda.. Lalu lelaki tegap itu kembali ke
tempat tidur, dan berbaring di
sampingnya di sisi kirinya. Winda
masih terbaring lemas dan berusaha
menghirup udara sebanyak
banyaknya untuk meredakan gairahnya. Merasakan
kewanitaannya basah dan lengket,
juga tubuhnya telah basah oleh
peluh yang bercucuran di sekujur
tubuh telanjangnya mulai dari ujung
kaki, paha perut, dada dan wajahnya. Winda telah merasakan
kembali klimaks yang lama tak di
alaminya, hanya saat… baru - baru
menikah hingga bulan ke lima saat
mulai hamil.. setelah itu tidak pernah
lagi.. “Win adiek pueh..(Win, kamu puas)?
Tanya Johan memecah kebisuan
diantara mereka. Winda diam dan
hanya mengangguk jujur seraya
memandang matanya. Melihat pada
kedalaman mata tersebut percik nafsu yang membara, berniat sangat
ingin menyetubuhinya malam itu. Kembali Johan meremas dan memilin
bukit padat di dada Winda yang
telah memerah disana sini. Gairah
wanita muda itu yang tadi telah
surut kembali memuncak dengan
cepat. Lincah sekali ia memperlakukan tubuh wanita
muda itu. Dikulumnya bibir tipis
itu… Awalnya Winda hanya diam
lalu ikut membalas, bibbirmereka
saling lumat, kulum.. Tangan kanan
Johan… turun ke arah kembali ke kewanitaan Winda. jarinya masuk…
mengorek - korek kebasahan yang
timbul di sana membuat tubuh
Winda terlonjak-lonjak diatas
ranjang besi itu. Kewanitaannya
mulai basah seolah tau saatnya untu permainan sesungguhnya akan di
mulai.. Johan mengangkat kedua paha
Winda dan menahan dengankedua
tangannya, berlutut memposisikan
pinggulnya diantara kedua batang
paha wanita muda itu. Winda hanya
bisa memejamkan mata, merapatkan kedua pahanya dan
menutup kewanitaannya dengan
tangannya. Winda merasa
ketakutan sekali jika batang pejal
Johan yang telah tegak kaku itu
akan memasukinya, karena sempat dilihatnya tadi ukurannya saat
belum berada pada ketegangan
penuh. “Apo nan diek Winda takuik-an
(Apa yang dek Winda takutkan)?”
tanya Johan.
“Itu da Winda takuik jo punyo uda
tu (Itu bang Winda takut dengan
milik abang)” jawab Winda. “Diek Winda jan takuiik jo punyo
uda ndak sakik do (Dek Winda
jangan takut dengan kepunyaan
abang, ga akan sakit ko) jelasnya
berusaha memberikan pengertian.
“Kan Winda,,, alah pernah malahiakan..(kan Winda sudah
pernah melahirkan)? Tambah Johan.
“Jadi punyo diek Winda pasti bisa
(jadi kepunyaan Winda pasti
mampu) katanya lagi menenangkan
Winda. “Winda indak malahiakan normal da,
lewat badah sesar, iko ado jajaknyo
(Winda tidak melahirkan secara
normal bang tapi lewat bedah
caesar, ini ada bekasnya) ” sahut
Winda sambil menunjukkan bekas jahitan operasinya. Johan terdiam.
Winda tau sekali Johan sangat
menginginkan…, begitu juga dirinya
juga amat sangat menginginkan
persetubuhan yang sebenarnya
namun rasa takut dapat mengalahkan keinginan Winda saat
itu. “Baiko sajolah, baa kalau awak cubo
dulu jo gesekan, siapo tau indak ka
mambuek diek Winda kasakiek-an
(begini sajalah, bagaimana kalau kita
coba dengan gesekan, siapa tau tidak
membuat Winda kesakitan)” pinta Johan.
“Uda bajanji indak ka mamaso diek
Winda do (Abang tidak akan
memaksa dek Winda ko). Tambah
Johan.
“Kalau beko taraso sakik, doroang kan sajo badan uda (Kalau nati
terasa sakit dorongkan saja tubuh
abang) lanjutnya memohon. Dalam
bimbangnya Winda mengalah.
Mengalah pada permintaan Johan..
mengalah pada nafsunya dan membunuh rasa takutnya terhadap
batang tegar milik Johan yang
luarbiasa itu Seperti apa dilihatnya
pada film – film semasa kuliahnya
bersama dengan gengnya. Winda merasakan jantungnya
berdegup keras… menunggu saat –
saat pertemuan kelamin mereka.
Kini Johan berada di atas tubuh
Winda yang terlentang telanjang…!!!
Membuka kedua batang paha milik wanita itu dan menekuknya
keatas… bersiap untuk masuk…
Johanpun mulai… menempelkan…
mengesekan ujung membola kepala
kejantanannya di belahan
kewanitaan wanita muda itu. Awalnya hanya gesekan-gesekan
saja, terasa geli .. gatal di pintu
kewanitaannya… rasa kaget dan
hangat membuat Winda tidak sadar
lagi apa yang sedang terjadi….. dan
perlahan Johan sambil menggesekkan juga mendorong
pinggulnya sedikit demi sedikit,
menyebabkan ujung membola
kejantanannya menyibakkan
lepitan kewanitaan Winda yang
telah basah guna memperlancar lajunya, dan mendesak. terus… yang
membuatnya makin lama makin
masuk… Winda merasakan seperti
ada kulit bergesekan ketat. “Ouhh……” wanita muda itu
mengeluh. Dan secara bertahap masuk di
perlancar oleh kebasahan yang
timbul dalam kewanitaan Winda
Winda menahan dengan tangan
gerakan pinggul Johan. Kembali
Johan mendorong masuk.. Winda tau batang pejal yang kokoh milik
Johan itu telah masuk meski belum
seluruhnya baru seperempatnya……
ada rasa sempit dan nyilu di
kewanitaannya saat itu.. rasanya
penuh sekali. Johan terus memajukan pinggulnya dan
melepaskan kedua kaki Winda,
meletakkannya di kasur, tangannya
kembali ke bukit padat yang
membusung di dada Winda…
memilin… dan meremasnya kembali. Sedangkan kedua tangan Winda
menggengam pinggul lelaki itu…
agar jika terasa dan sakit dan nyeri
bisa menahan dan mendorong
batangnya agar tetap diluar.. Lalu Johan menjangkau bantal yang
terletak tidak jauh dari tubuh
Winda, Dan mengangkat pinggul
padat Winda untuk meletakkan
bantal di bawahnya… sementara
batang tegarnya masih menancap… Winda merasakan posisinya jadi
agak rileks… Johan bergerak
kembali. Dengan mata yang di
kernyitkan Winda melihat batang
tegap milik lelaki tersebut kembali
mendesak masuk perlahan. Lalu…. pas semua hampir masuk rasa nyilu
mulai datang.. terasakan oleh wanita
muda itu otot-otot di dalam
kewanitaannya berderik - derik
seperti cincin karet yang
diregangkan paksa. Kembali Winda menahankan gerakan pinggul Johan
dengan tangannya, Johan terus
berusaha mendorong.. Winda
bersikeras menahan dengan
tangannya sehingga posisinya tetap
tak berubah. “Ndak lamo lai diek Win (ga akan
lama lagi dik Win)..”ucap Johan
sambil terus berusaha mendorong.
Winda tidak peduli dan terus
bertahan dengan tangannya karena
merasakan nyilu dan nyeri…, Winda meringis dan mengernyitkan
keningnya…!!! Johan mengalihkan
serangannya, meremas-remas
kembali dada membusung milik
Winda dan menciumi bibirnya
dengan gemas bernafsu sekali… Kini kedua tangan Winda lepas dari
pinggul lelaki itu dan memeluk
punggung lelaki tersebut dan
kembali larut dalam deraan nikmat
yang membuatnya lengah dan
terlena sehingga lupa menahankan pinggul Johan. Johan bergerak
kembali mendorong dengan tiba –
tiba. Dan seiring rasa sakit yang
datang makin menyesakan maka
amblaslah seluruh batang pejal milik
Johan pada kewanitaan Winda… terbenam didalam tubuhnya. “Aahhh…….”erang Winda. Matanya
memejam menikmati sensasi
luarbiasa yang dialaminya saat itu,
sakit sekaligus nikmat merajam
pertemuan pahanya…!!! Terasa oleh
Winda kini paha mereka sudah rapat menempel dan tidak ada jarak lagi.. Johan diam sejenak. Winda merasa
nafasnya serasa berat amat…
rasanya batang pejal itu menyesak
sampai ke ulu hati. Winda mulai
membuka matanya memandang
mata Johan, mengungkapkan rasa salutnya, dan amat suka caranya
memperlakukan dirinya, amat
pengertian… sekali “Indak sakik kan diek Win (Tidak
sakit kan dik Win)? Tanya
Johan.Winda diam tak menjawab.
Kemudian Winda memiringkan
wajahnya ke samping, merasa malu
dipandangi Johan seperti itu. Kembali Johan masih meraih
wajahnya dan menciumi Winda.
Terkadang menggigit dengan gemas
bukit padat yang membusung telah
memerah di dada wanita muda itu.
Johan kembali bergerak, menarik pinggulnya hingga akhirnya batang
pejalnya yang kokoh perlahan
keluar sedikit demi sedikit, perlahan
sekali Terasa nyilu dan geli
sekaligus…!!! lalu mendorong masuk
lagi… mulanya perlahan dan amat terasa nyilu… sekaligus nikmat…
Beberapa saat kemudian… ia mulai
bergerak makin cepat, naik turun
pinggulnya menghujamkan batang
tegarnya. Telah lancar memang
keluar masuknya pada liang kewanitaan Winda sehingga…
seluruh tubuh Winda berguncang “Ouh….” Rintih Winda berulang-
ulang. Iya… Winda malu bila
mengingat saat itu terdengar
kecipak – kecipuk suara dari
benturan pangkal paha mereka…
sedangkan tangan Winda sudah lepas dan memegang kain… selimut
dengan mata terpejam. Posisi Johan
tetap dengan berlutut.. Kini pinggul
padat Winda juga bergerak
mendesak keatas….!!! menyambut
setiap hujaman batang pejal kejantanan Johan pada liang
kewanitaannya..Winda pun mulai
merasakan ada gelombang besar
yang akan meledak didalam
tubuhnya.. Tiba-tiba Winda merasa semua
menjadi gelap.. tubuhnya melenting
keatas… Winda menggigit bibir
bawahnya dengan kedua kaki yang
menjepit pinggang Johan di
belakang tubuh lelaki itu bak tang raksasa. Merasakan… gelombang
klimaks datang menggulungnya…
melemparkannya ke awang-awang
dan kembali terkulai lemas. di atas
ranjangnya yang telah kusut.,
Keringatnya sudah membasahi sprei yang sudah kusut semua… Namun Johan masih tetap bergerak
mengayunkan… pinggulnya maju
mundur… beberapa menit kemudian
Winda merasakan tubuh Johan mulai
menegang dan… sepertinya ia akan
klimaks.. Winda tau… Johan akan segera membasahi rahimnya… “diek Win ka uda kalua-an dima, di
dalam atau di lua (dik Win akan
dikeluarkan di mana, dalam atau di
luar)? Tanya Johan. Winda tidak
sempat menggeleng atau
mengiyakan. Tubuhnya masih terlonjak-lonjak dalam hunjaman
Johan… saat bergerak memompa
naik turun dan … Sambil mendengus Johan
menekankan pinggulnya sedalam
mungkin, merasakan lecutan
birahinya melambung dan akhirnya
materi kental itu memancur keras
membasahi seluruh permukaan dalam kewanitaan Winda. Terasa
hangat… Untunglah Winda masih
ingat bahwa saat itu ia masih
menggunakan kontrasepsi sehingga
tidak terlalu kuatir… Johan rebah
menggelosoh di atas tubuh telanjang wanita muda itu. Bobotnya amat
berat sehingga Winda harus
memiringkan tubuhnya
menyebabkan tubuh Johan
meluncur turun terbaring di sisinya.
Winda memejamkan matanya merasa bersalah dan menyesal.
namun segera hilang oleh rasa puas
yang datang. Tubuhnya amat capai… Windapun meraih selimut dan
menutupkan pada tubuh
telanjangnya. Karena merasa malam
itu sangat dingin meski hujan tak
turun. Berdua mereka tidur di
ranjang yang telah kusut itu hingga pagi harinya. Pagi harinya Winda heran kenapa
tak merasakan adanya penyesalan
yang dalam pada dirinya malah
semakin suka kepada Johan
sehingga membuatnya menelpon
kepada suaminya di Padang untuk tak bisa kembali dalam minggu itu
karena ada urusan kantor yang
harus di selesaikannya. Lagi pula ia
merasa kuatir jika pulang ke Padang
dapat dipastikan suaminya saat
meminta berhubungan badan akan mengetahui perbuatan mereka di
karenakan di seluruhnya masih ada
jejak-jejak memerah di dada dan
leher akibat persetubuhan mereka
yang bergelora malam itu. Malam Jumat itu Winda telah jatuh
dalam pelukan dan takluk pada
keperkasaan Johan di atas ranjang.
Ya.., semalaman mereka
berhubungan hingga pagi. Pagi hari Johan bangun terlebih
dahulu, meninggalkan Winda masih
terlelap di ranjang yang telah acak-
acakan tersebut. Saat Winda bangun
ada sedikit rasa sesal di hatinya,
selangkangannya terasa sedikit nyilu. Masih tertera dalam benaknya
bagaimana perlakuan Johan pada
setiap sudut tubuhnya, terutama
saat-saat penetrasi yang dramatis.
Pagi Jumat itu Winda mandi
sebersih-bersihnya, berusaha agar jejak - jejak di tubuhnya hilang. Ya..,
Winda kuatir jika jejak-jejak itu
akan terlihat. Jejaknya mungkin
bisa hilang, tapi nikmatnya tidak
akan pernah hilang, juga sprei
tempat tidurnya direndamnya juga..