Sejujurnya, aku merasa menyesal
berdomisili di Surabaya, karena
panas dan lingkungannya tidak
sesuai denganku. Akan tetapi aku
harus menjalaninya karena aku
sedang dalam masa menuntut ilmu,
kuliah. Dan, aku semakin betah sejak
mengenal Tante Stella, tetangga
sebelah.
Untuk mengisi waktu luang, aku
membentuk group musik bersama
teman-temanku. Kami memilih aliran
latin sebagai anutan. Seperti biasa,
kami latihan setiap sabtu pagi di
beranda rumah kontrakan.
Kebetulan rumah kontrakan kami
berada di lingkungan perumahan
yang mayoritas dihuni oleh
keturunan Chinese.
Pagi itu aku kebagian lagu di mana
aku harus menyanyikannya. Oh ya,
kami semua bisa bernyanyi dengan
baik. Latihan pun dimulai. Aku
membawakan lagu Habla Me dari
kelompok Gipsy Kings dengan serius
dan menghayatinya. Ketika asyik-
asyiknya menyanyi, tiba-tiba pintu
rumah tetangga depan terbuka. Dari
dalam keluar seorang wanita yang
tak asing lagi bagi kami. Dialah
Tante Stella, wanita berumur sekitar
35 tahun. Dia juga seorang guru les
piano, disamping sebagai ibu rumah
tangga tentunya.
Pagi itu dia tampak cantik dan seksi,
dengan celana ketat hitam berpadu
dengan kaos ketat hijau muda tanpa
lengan menambah kecantikan wajah
Chinese-nya yang putih bersih.
Dadanya yang menantang tampak
sedikit tersembul di balik
pakaiannya yang tampak hot.
Dengan senyum manis dia berjalan
mendekat seolah-olah ingin memberi
penilaian atas lagu yang sedang kami
bawakan. Teman-temanku tampak
salah tingkah. Aku sendiri sempat
tidak konsentrasi ketika secara
naluriah aku memandangi bagian
dadanya yang aduhai.
"Lagunya bagus", pujinya singkat.
"Terima kasih Ci", balasku spontan.
Kami memang biasa memanggilnya
Cici.
"Gimana kalo Cici coba gabungkan
dengan piano.. akan kedengaran luar
biasa."
"Ide yang bagus Ci", sambar Tigor
temanku dengan cepat, seolah-olah
dia sudah membayangkan hal yang
sedap.
"Tapi Cici cuma perlu seorang gitaris
saja, biar tidak terlalu berisik",
katanya sambil menatapku penuh
arti. Alamak, dadaku berdesir.
"Kamu aja, lagian kamu kan yang
nyanyi tadi", lanjutnya.
"Iya Ci", balasku. Tampak jelas
teman-temanku seketika lemas.
"Besok jam 5 sore", katanya seraya
meninggalkan kami.
Hari yang ditentukan tiba juga. Aku
merasa deg-degan karena baru
pertama itu aku melihatnya jelas
sekali. Dengan pakaian daster yang
santai tapi mengundang birahi,
membuat darahku mengalir tak
menentu.
"Orang rumah pada ke mana Ci",
tanyaku.
"Ke mall."
"Ohh.."
"Pianonya sebelah sini", katanya
sambil menunjuk ruangan di sebelah
pojok.
Aku menenteng gitarku yang tadi
kubawa. Dia segera duduk di kursi
piano dan memintaku menyanyikan
lagu yang kemarin, sambil dia
mencoba menyesuaikan dengan
permainan pianonya.
"Suara kamu bagus, seksi.." pujinya
tentang suaraku yang serak-serak
basah.
Saat itu pikiranku sudah tak
menentu. Entah kenapa, batang
kejantananku tiba-tiba menegang.
"Cici punya tablature lagu latin yang
agak klasik, mungkin kamu cocok
menyanyikannya.. mari ikut Cici..
bukunya ada di kamar", ajaknya.
Aku menurut saja ketika dibawa ke
dalam kamarnya. Kamar itu mewah
sekali. Foto-foto keluarga berjejer
rapi di dinding yang putih mulus.
"Tolong kamu cari di sini", katanya
sambil berlalu.
Semula aku mengira dia hendak
menyediakan air minum buatku.
Tapi.., "Klikk.." Pintu kamar segera
ditutupnya, dan dikunci.
"Ke sini dong", pintanya sambil
menarik tanganku. Dia merebahkan
dirinya di ranjang empuk itu. Aku
agak gemetaran juga ketika
mendekatinya. "Temani Cici yaahh.."
pintanya manja. Direngkuhnya
tubuhku dan bibirku langsung
dipagutnya dengan ganas. Aku yang
masih agak bingung seperti orang
bodoh.
Sesaat kemudian naluri alamiahku
pun keluar. Bibirnya balik kuserbu
dan mengeluarkan lidahku.
"Oughh.." dia mengerang. Sambil
menciumi bibirnya, tanganku mulai
bergerilya. Kuelus dadanya yang
montok itu dengan birahi. Dia terus
mengerang manja.
"Ci.. aku pengen liat dada Cici.."
pintaku sambil melepas lumatan
bibirku.
"Ini.. tapi buka sendiri yahh.."
balasnya manja.
Aku membuka bajunya dengan agak
terburu-buru. Wow.. indahnya.
Sepasang payudara yang lumayan
besar. Walaupun agak berkerut
dimakan usia tapi bersih dan
menantang. Segera saja kujilati
puting yang satu sementara
tanganku meremas payudara lainnya.
Dia cuma bisa menggelinjang. Karena
gemas aku memberi cupangan pada
permukaan dadanya yang mulus.
"Ahh.. jangan, nanti suami Cici liat",
pintanya mesra.
"Oh.. maaf Ci", balasku.
"Di jilat aja.." pintanya.
Kali ini tanganku bergerilya ke arah
bawah. Sejenak aku berjongkok dan
melepas celana ketatnya. Aku juga
sekalian melepas celana dalamnya
karena sudah tidak sabar.
"Sini Cici bukain punya kamu",
katanya. Dengan sigap dia mulai
melepaskan pakaianku. Ketika CD-ku
dibukanya dia sedikit terkejut.
"Wuihh.." pekiknya sambil
tersenyum. Batang kemaluanku yang
sejak tadi menegang tampak makin
kokoh mengeras. Tak kuduga tiba-
tiba langsung dipegangnya dan
dikocok-kocok. Aku hanya bisa
menahan kenikmatan sambil
mengelus rambutnya yang indah.
"Ci.. diemut dong", pintaku terbata-
bata.
"Iya.. iya.. sabar dong.."
Batang kemaluanku yang membesar
di masukkannya ke dalam mulut
mungilnya. Aku menarik dan
mendorong kepalanya agar batang
kemaluanku terasa terkocok di
mulutnya. Dengan rakus dia menjilat
dan mengulum batang kejantananku.
Sesekali kuremas payudaranya yang
empuk.
"Ci.. gantian", kataku. Dia kutarik
dan kusuruh telentang. Kakinya
kutarik sampai lututnya tepat di
pinggir ranjang. Pahanya kulebarkan
dan aku berjongkok di depan liang
kewanitaannya. Segera kujilati
sambil mengocok senjataku sendiri.
"Auugghh.. " serunya tertahan. Aku
makin beringas. Lidahku
kumasukkan ke liang sanggamanya
sambil terus mengocok batang
kemaluan. "Ini diremas sayangg..
ahh", katanya sambil menarik
tanganku tepat di payudaranya.
Semakin cepat jilatanku mengitari
liang kewanitaannya, dan remasanku
makin kuat. Dia sampai menjerit
menahan nikmat yang
kupersembahkan buat Tante
Chinese-ku yang cantik itu.
"Aduhh, Cici nggak kuat lagi.. ayo
dimasukin.. ayo.. ohh", dia meminta
ketika liang kewanitaannya sudah
digenangi cairan lendir yang
beraroma khas itu. Sebagian lendir
itu juga kucicipi karena gemas.
Segera saja aku berlutut dan
mengangkat kedua kakinya. Batang
kenikmatanku kuarahkan ke liang
senggamanya yang becek. "Ahh..
Oughh.." kami berseru berbarengan.
Dengan ganas, kuhantam liang
kewanitaan Tante Stella tanpa
ampun. Terdengar bunyi berdecap di
sela rintihannya yang
menghanyutkan.
Permainan sudah berlangsung 20
menit.
"Ci.. nungging yah.." pintaku mesra.
"Tapi jangan main anus ya sayang.."
balas Tante Stella.
"Iya Ci.. santai aja"
Dari belakang dia kusodok
sekuatnya. Gempuranku makin
gencar sambil meremas kedua
payudaranya. Dia pun hanya bisa
berteriak kenikmatan. Ada beberapa
cairan berjatuhan ke sprei tempat
tidurnya. Ternyata Tante Stella sudah
keluar. Tak puas dengan posisi itu,
aku memutar tubuh dan
membiarkannya di atas. Dia menari-
nari sambil menggoyang pinggulnya
dengan hebat. Aku hanya pasrah
menerima rezeki ini. Dia pun mulai
meremas payudaranya sendiri.
Suasana kamar ber-AC itu makin
panas. Kami berdua berkeringat.
"Ahh.. Ci.. aku mau keluar.. di dalam
atau di luar nihh Cii? tanyaku
bergetar.
"Dalem aja sayang.. ayo, kita sama-
sama.. saattuu.. duaa.. ti.." pada
hitungan ketiga aku menggenjot
sekuat tenaga. Kupeluk dia sekuat
tenaga ketika spermaku memancar
keluar di dalam liang
kewanitaannya. Aku juga merasakan
cairan hangat membasuh batang
kemaluanku di dalam sana.
"Ahh.. Ci.. nikmaatt.."
"Ougghh.. ahh.. yahh.. yah.."
Kami pun terkulai lemas. Dia
memelukku sambil tersenyum puas.
Batang kejantananku belum kucabut
karena aku tidak mau kehilangan
kenikmatan yang tersisa.
Lima menit kemudian dia
menyuruhku berpakaian.
"Nanti Cici hubungi kamu lagi yah.."
"Sering-sering ya Ci", kataku nakal.
Aku pun keluar dari rumahnya
dengan senyuman walau sedikit
capek. Malamnya dia meneleponku
dan berjanji untuk bercinta itu dua
hari lagi. Hidup ini memang indah.