Dalam kehidupan Val ada beberapa pria, tetapi
hanya tiga yang membuatnya berkesan. Di antara
yang tiga ini, adalah Arya, seorang pria Indonesia
dengan sedikit darah Belanda di tubuhnya
(ayahnya Ambon-Belanda, dan ibunya seorang
Jawa). Mereka bertemu ketika masih sama-sama kuliah di Bedford, Inggris. Pada awalnya mereka
cuma berteman, dan Val menyukai Arya yang
jauh lebih easy going dibanding teman-teman Asia
lainnya. Selain itu, Arya bisa bermain piano,
sesuatu yang selalu menjadi kekaguman Val. Selama kuliah, hubungan mereka tidak pernah
lebih dari teman. Baru setelah keduanya lulus,
hubungan itu agak berubah. Kebetulan Val
mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan Inggris
yang memiliki kantor cabang di Indonesia, dan
Arya pernah pula bekerja paruh waktu di kantor yang sama. Mereka sering bepergian berdua, dan
akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama
dalam satu apartemen.
Sejak itulah, hubungan
seksual menjadi bagian dari persahabatan mereka.
Hanya saja, persahabatan itu tak pernah
berkembang lebih jauh. Keduanya tidak pernah saling mengucap cinta, dan keduanya tahu bahwa
masing-masing punya orang-orang lain yang
dicintai. Arya adalah pria Asia satu-satunya yang bercinta
dengan Val, dan bagi Val ia adalah sesuatu yang
istimewa. Tetapi Val juga tahu, perbedaan budaya
keluarga mereka berdua sangatlah besar untuk
dijembatani dengan sesuatu yang lebih jauh dari
persahabatan. Maka jadilah hubungan keduanya sebagai hubungan persahabatan dan seksual
belaka. Beberapa kali mereka pernah mencoba
melihat peluang untuk meningkatkan hubungan,
tetapi sekian kali pula mereka merasa tidak
menemukan persamaan. Tidak berapa lama setelah Val mendapat
kedudukan manajer dan dikirim ke Indonesia
untuk mewakili perusahaannya, Arya mendapat
pekerjaan di Amerika Serikat. Perasaan duka
menyelimuti keduanya ketika kenyataan itu tiba.
Setelah hampir dua tahun hidup bersama, sulit juga rasanya berpisah. Walaupun tidak menangis, Val
merasa sebuah kekosongan terjadi dalam
hidupnya ketika mereka berpisah di Heathrow
Airport di London. Mereka berjanji akan terus
berhubungan, karena toh Arya masih memiliki
orang tua di Jakarta dan sesekali akan datang menjenguk Val. Ketika pesawat British Airways yang
membawanya ke Indonesia sudah berada 10.000
kaki di atas permukaan bumi, Val menghela nafas
panjang, dan tiba-tiba menyadari bahwa kedua
matanya ternyata agak basah oleh air mata. Begitulah akhirnya Val dan Arya dipisahkan oleh
Lautan Pasifik. Kantor Arya ada di Boston, dan Val
di Jakarta. Tetapi untunglah ada e-mail yang bisa
menjadi media bertukar berita di antara mereka.
Dan setelah dua bulan, keduanya menjadi sama-
sama sibuk dan perlahan-lahan semakin jarang bertukar berita. Pada bulan keenam di Indonesia,
Val sudah hampir tak pernah mengirim dan
menerima e-mail dari Arya, dan kesibukan
membuatnya tidak terlalu merasa kehilangan. Sampai suatu hari, di bulan September, sembilan
bulan setelah mereka berpisah, Val mendapat
sepotong berita pendek dari Arya …will visit my
old folks in this Thursday, see you there… Val
terpana memandang layar PC-nya, seperti tak
percaya bahwa ternyata ia akan segera bertemu Arya lagi. Dari tak percaya, perasaannya segera
berubah gembira, dan ia mengangkat kedua
tangan sambil berteriak, “Yess!”, membuat
sekretarisnya terkejut. “I’m okay, Evi…” ucap Val sambil tertawa kecil
melihat sekretarisnya melongo, “I’m more than
okay, actually…”
“Shall I write it down?” jawab Evi menggoda,
karena ia memang sedang bersiap menerima dikte
dari boss wanitanya ini. Val pun tambah keras terbahak. Arya tiba malam hari dan langsung menuju rumah
orang tuanya. Dari sana ia menelpon Val, dan
membuat janji untuk bertemu Sabtu siang ini.
Dengan kaos t-shirt merah tua yang ketat dan rok
jean Levi’s, Val datang ke rumah orang tua Arya
untuk menjemputnya. Kedua orang tua Arya telah mengenal Val dengan baik, dan keduanya
memaksa Val untuk makan siang, yang tentunya
tak bisa ditolak. Sebetulnya, makan siang itu enak sekali: ayam
panggang bumbu rujak, gado-gado dan udang
goreng kering. Tetapi Val dan Arya merasa tidak
lapar. Sejak bertemu, yang ada di dalam diri
mereka cuma gejolak rindu bercampur birahi. Bagi
Val, inilah pertama kali di Indonesia ia merasakan gejolak seperti itu. Ia begitu ingin segera memeluk
Arya yang kini tampak lebih putih dengan rambut
dicukur rapi. Ia ingin segera bercumbu dengan pria
yang ia tahu sangat hangat di ranjang ini. Tetapi, di
depan kedua orang tuanya dan dua adik
perempuannya, Val menjaga diri sekuat hati. Untunglah Arya membantunya dengan juga
bersikap menahan diri. Kalau tidak ada keluarga
Arya, mereka pasti sudah bergumul dan bercumbu
saat itu juga. Setelah tiga jam yang sangat menyiksa Val dan
Arya, setelah minum kopi yang disediakan ibu,
barulah mereka berdua bisa keluar rumah. Mereka
bilang ingin jalan-jalan berdua, dan kedua orang
tua Arya mengangguk mahfum, tanpa banyak
tanya lagi. Maka setelah berbasa-basi mengucapkan permisi, keduanya pun melesat
menuju apartemen Val di bilangan Kebayoran
Baru. Arya yang memegang setir, dan Val duduk
rapat-rapat. Sepanjang jalan, Val meremas-remas paha Arya,
menggeser-geserkan payudaranya yang sintal ke
lengan Arya, membuat Arya was-was takut
menabrak mobil di depannya. Val sudah sangat
bergairah ingin bercumbu, dan badannya terasa
hangat seperti bara yang siap berkobar menjadi api. Untunglah jalan-jalan tidak terlalu ramai di
Sabtu sore ini, sehingga akhirnya mereka tiba di
apartemen Val sebelum matahari terbuka. Cepat-
cepat mereka keluar dari mobil dan bagai dua
remaja berlarian menuju lobby. Sesampai di kamar apartemennya, Val terburu-
buru ke kamar mandi. Cepat-cepat diloloskannya
celana dalam yang sudah agak basah di bagian
bawahnya. Lalu ia masuk ke bath-tub dan
mengambil sabun wangi. Diusapnya seluruh
kewanitaanya dengan busa-busa sabun, lalu dibasuhnya dengan air hangat. Ia ingin agar
kewanitaannya harum menggairahkan malam ini,
karena ia tahu Arya akan memberikan sesuatu
yang selama ini menjadi favorit Val: lidahnya yang
panas dan cekatan! Keluar dari kamar mandi, Val melihat Arya sudah
ada di kamar tidur, membuka kaos dan jeans-nya,
sehingga hanya bercelana dalam. Dengan mata
bergairah, dipandangnya tubuh yang kokoh dan
atletis itu. Val sangat mengagumi tubuh Arya
yang coklat kehitaman, tidak seperti tubuhnya yang baginya terlalu putih. Sebuah denyut birahi
terasa di kewanitaannya setiap kali Val
memandang tubuh lelaki itu. Cepat-cepat
dibukanya t-shirt, beha dan roknya, lalu ia segera
menyusul Arya ke kamar tidur. Sejak dari rumah Arya tadi, Val sudah dilanda
birahi. Ia ingin segera bermain cinta dengan lelaki
menggairahkan ini. Terakhir kalinya ia bertemu
Arya hampir setahun lalu, itu pun dalam sebuah
permainan cinta yang terburu-buru, karena
mereka sedang sama-sama sibuk. Kejadiannya juga di sebuah motel kecil di Bedford, sesaat
sebelum Val berangkat ke Indonesia dan Arya
bertugas ke Amerika Serikat. Tanpa basa-basi, Arya mendorong tubuh Val ke
kasur, menyebabkan gadis pirang yang seksi ini
terjerembab di kasur empuk. Keduanya sudah
seperti diburu-buru oleh nafsu yang bergejolak
tak tertahankan. Arya menerkam tubuh putih
mulus yang sintal dan padat itu dengan penuh gairah. Val menjerit manja menyambutnya.
Mereka berguling-gulingan saling berciuman, saling
meremas, saling menindih. Sprei dan bantal segera
berantakan dibuatnnya. Arya segera mengambil inisiatif kala tubuh
mereka sudah terasa panas bergejolak.
Didorongnya Val dengan lembut agar tidur
menelentang. Setengah dari badannya terletak di
luar ranjang, sehingga kedua kakinya yang indah
menggantung di pinggir ranjang. Lalu Arya berjongkok di antara kedua kaki Val, dan Val
dengan tegang menunggu layanan istimewa
kekasihnya. Inilah permainan pembukaan yang
selalu dinantinya dengan penuh antisipasi. Belum
apa-apa, Val sudah bergidik menahan geli yang
akan segera datang. Arya pun menciumi paha yang mulus ditumbuhi bulu-bulu halus itu,
membuat Val mengerang pelan. Apalagi kemudian
Arya mulai menjilati pahanya, menelusuri bagian
bawah lututnya. Val menggelinjang kegelian. Val merasa pahanya bergetar lembut ketika lidah
Arya mulai menjalar mendekati selangkangnya.
Panas dan basah rasanya lidah itu, meninggalkan
jejak sensasi sepanjang perjalanannya. Val
menggeliat kegelian ketika akhirnya lidah itu
sampai di pinggir bibir kewanitaannya yang telah terasa menebal. Ujung lidah Arya menelusuri
lepitan-lepitan di situ, menambah basah segalanya
yang memang telah basah itu. Terengah-engah, Val
mencengkeram rambut Arya dengan satu tangan,
perlahan menekan, memaksa pria itu segera
menjilatnya di daerah yang paling sensitif. Dengan satu tangan lainnya, Val menguak lebar
bibir-bibir basah di bawah itu, memperlihatkan
liang kemerahan yang berdenyut-denyut, dan
sebuah tonjolan kecil di bagian atas yang telah
mengeras. Lidah Arya menuju ke sana, perlahan
sekali. Val mengerang, “Come on…. come on..”, bisiknya gelisah. Rasanya lama sekali, membuat
Val bagai layang-layang yang sedang diulur pada
saat seharusnya ditarik. Val mati angin. Tak
berdaya, tetapi sekaligus menikmati
ketidakberdayaan itu. Arya akhirnya menjilat bagian kecil yang
menonjol itu, menekan-nekan dengan ujung
lidahnya, memutar-mutar sambil
menggelincirkannya. Val menjerit tertahan, kedua
tangannya melayang lalu jatuh mencengkram
sprei. Geli sekali rasanya, ia sampai menggeliat mengangkat pantatnya, menyorongkan lebih
banyak lagi kewanitaannya ke mulut Arya.
Serasa seluruh tubuhnya berubah menjadi cair,
menggelegak bagai lahar panas. Arya kini menghisap-hisap tonjolan yang seperti
sedang lari bersembunyi di balik bungkus kulit
kenyal yang membasah itu. Tubuh Val berguncang
di setiap hisapan, sementara mulutnya tak
berhenti mengerang. Terlebih-lebih ketika satu jari
Arya menerobos liang kewanitaannya, lalu mengurut-urut dinding atasnya, mengirimkan
jutaan rasa geli bercampur nikmat ke seluruh
tubuh Val. Kedua kakinya yang indah terbuka
lebar, terkuak sejauh-jauh mungkin, karena Val
ingin Arya menjelajahi semua bagian
kewanitaannya. Semuanya! Maka Arya pun melakukannya. Ia tidak hanya
menjilat dan menghisap, tapi juga menggigit pelan,
memutar-mutarkan lidahnya di dalam liang yang
panas membara itu, mendenguskan nafas hangat
ke dalamnya, membuat Val berguncang-guncang
merasakan nikmat yang sangat. Dua jari Arya kini bermain-main di sana, keluar-masuk dengan
bergairah, menggelitik dan menggosok-gosok,
menekan-nekan dan mengurut. Cairan-cairan
hangat memenuhi seluruh kewanitaan Val, mulai
membasahi bibir dan dagu Arya. Jari-jari yang
keluar-masuk itu pun telah basah, menimbulkan suara berkecipak yang seksi. Val menggelinjang
tak tahan lagi, merasakan puncak birahi melanda
dirinya. Matanya terpejam menikmati sensasi
yang meletup-letup di sela-sela pahanya, di
pinggulnya, di perutnya, di dadanya, di kepalanya,
di mana-mana! Arya merasakan kewanitaan Val berdenyut liar,
bagai memiliki kehidupan tersendiri. Warnanya
yang merah basah, kontras sekali dengan rambut-
rambut pirang di sekitarnya, dan dengan
tubuhnya yang putih seperti pualam. Dari jarak
yang sangat dekat, Arya dapat melihat betapa liang kewanitaan Val membuka-menutup dan
dinding-dindingnya berdenyut-denyut, sepertinya
jantung Val telah pindah ke bawah. Arya juga bisa
melihat betapa otot-otot di pangkal paha Val
menegang seperti sedang menahan sakit. Kedua
kakinya terentang dan sejenak kaku sebelum akhirnya melonjak-lonjak tak terkendali. Arya
terpaksa harus memakai seluruh bahu bagian
atasnya untuk menekan tubuh Val agar tak
tergelincir jatuh. Begitu hebat puncak birahi
melanda Val, sampai dua menit lamanya
perempuan yang menggairahkan ini bagai sedang dilanda ayan. Ia menjerit, lalu mengerang, lalu
menggumam, lalu hanya terengah-engah. Arya bangkit setelah Val terlihat agak tenang.
Berdiri, ia melepas celana dalamnya. Kelaki-
lakiannya segera terlihat tegak bergerak-gerak
seirama jantungnya yang berdegup keras. Val
masih menggeliat-geliat dengan mata terpejam,
menampakkan pemandangan sangat seksi di atas hamparan sprei satin mewah berwarna biru muda.
Tangan Val mencengkram sprei bagai menahan
sakit, kedua pahanya yang indah terbuka lebar,
kepalanya mendongak menampakkan leher yang
mulus menggairahkan, rambut pirangnya terurai
bagai membingkai wajahnya yang sedang berkonsentrasi menikmati puncak birahi. Arya
menempatkan dirinya di antara kaki Val, lalu
mengangkat kedua paha Val, membuat
kewanitaannya semakin terbuka. Val tersadar dari buaian orgasmenya, dengan
segera menuntun kejantanan Arya memasuki
gerbang kewanitaannya. Tak sabar, ia menjepit
pinggang Arya dengan kedua kakinya, membuat
pria itu terhuyung ke depan, dan dengan cepat
kelaki-lakiannya yang tegang segera melesak ke dalam tubuh Val. Bagi Arya, rasanya seperti
memasuki cengkraman licin yang panas
berdenyut. Bagi Val, rasanya seperti diterjang
batang membara yang membawa geli-gatal ke
seluruh dinding kewanitaannya. Belum apa-apa,
Val sudah terlanda gelombang puncak birahinya yang kedua. Begitu cepat! Arya pun segera melakukan tugasnya dengan
baik, mendorong, menarik kejantanannya dengan
cepat. Gerakannya ganas, seperti hendak meluluh-
lantakkan tubuh putih Val yang sedang
menggeliat-geliat kegelian itu. Tak kenal ampun,
kejantanan Arya menerjang-nerjang, menerobos dalam sekali sampai ke dinding belakang yang
sedang berkontraksi menyambut orgasme. Val
menjerit-jerit nikmat, menyuruh Arya lebih keras
lagi bergerak, mengangkat seluruh tubuh bagian
bawahnya, sehingga hanya bahu dan kepalanya
yang ada di atas kasur. Arya mengerahkan seluruh tenaganya untuk
memenuhi permintaan Val. Otot-otot bahu dan
lengannya kelihatan menegang dan berkilat-kilat
karena keringat. Pinggangnya bergerak cepat dan
kuat bagai piston mesin-mesin di pabrik. Suara
berkecipak terdengar setiap kali tubuhnya membentur tubuh Val, ramai sekali di sela-sela
derit ranjang yang bergoyang sangat keras. Val tak lagi sadar sedang berada di mana. Ia
berteriak bagai kesetanan merasakan kenikmatan
yang ganas dan liar. Seluruh tubuhnya terasa
dilanda kegelian, kegatalan yang membuat otot-
otot menegang. Kewanitaannya terasa kenyal
menggeliat-geliat, mendatangkan kenikmatan yang tak terlukiskan. Setiap kali kejantangan
Arya menerobos masuk, ia merasa bagai tersiram
berliter-liter air hangat yang memijati seluruh
tubuhnya. Setiap kali Arya menariknya keluar,
Val merasa bagai terhisap pusaran air yang
membawanya ke sebuah alam penuh kenikmatan belaka. Dengan mata terus terpejam, Val
menjeritkan penyerahan sekaligus pengesahan
atas datangnya puncak birahi yang tak terperi.
Arya merasakan kejantanannya bagai sedang
dipilin dan dihisap oleh sebuah mulut yang amat
kuat sedotannya. Ia pun tak tertahankan lagi, memuncratkan
seluruh penantian panjangnya, memuntahkan
seluruh rasa terpendamnya, bercipratan
membanjiri seluruh rongga kewanitaan Val yang
sedang megap-megap dilanda orgasme. Val
mengerang merasakan siraman birahi panas yang seperti hendak menerobos setiap pori-pori di
tubuhnya. Val mengerang dan mengerang lagi,
sebelum akhirnya terjerembab dengan tubuh
bagai lumat di atas kasur. Arya menyusul roboh
menimpa tubuh putih yang licin oleh keringat itu.
Nafas mereka berdua tersengal-sengal bagai perenang yang baru saja menyelesaikan
pertandingan di kolam renang. “Oh, kamu ganas sekali, Arya. Betul-betul ganas…”
kata Val akhirnya, setelah ia berhasil
mengendalikan nafasnya yang memburu. Arya
cuma menggumam, menenggelamkan kepalanya
di antara dua payudara Val yang besar dan lembut
itu. Setelah beberapa saat, Val bertanya, “Berapa lama
kamu di sini, Arya?”
“Aku harus berangkat kembali Senin pagi”, jawab
Arya diwarnai keengganan. Val terdiam.
Singkat sekali pertemuan ini, pikirnya. Sambil
memeluk Arya, ia menggumam, “Kalau begitu kamu harus menginap di sini.”
“Bagaimana kalau aku tidak mau…” jawab Arya
menggoda.
“Kalau begitu, aku yang menginap di rumah orang
tuamu..” sahut Val cepat-cepat.
Arya tertawa, “Kalau begitu, sebaiknya aku menginap di sini!” Dengan gemas Val berguling menindih tubuh Arya,
menggigit bahunya cukup keras sehingga Arya
tersentak dan membalasnya dengan
menggulingkan kembali tubuh Val. Mereka berdua
tertawa-tawa seperti anak-anak bermain gulat.
Cairan-cairan cinta mereka berjatuhan menimpa sprei, melekat di tubuh mereka berdua, sebuah
perpaduan tubuh putih mulus dan tubuh coklat. Malam itu mereka bercumbu tak henti-hentinya
sampai pagi. Bagi Val, inilah percumbuan
terpanjangnya dengan Arya, dan justru terjadi
saat mereka tak lagi tinggal bersama!